Rank & Visitors

More

About

Senin, 28 April 2008


read more...

opan sopandi


Peningkatan Multiplikasi Tunas dan Induksi Akar Tanaman Iles-iles
melalui Kultur In Vitro

Oleh :

Opan Sopandi

NIM:4207068

KULTUR JARINGAN TANAMAN

ABSTRAK

Iles-iles (Amorpophalus spp.) merupakan salah satu tanaman umbi yang perlu dikembangkan karena berpotensi sebagai komoditas ekspor. Jepang dan Taiwan memerlukan iles-iles dalam bentuk tepung yang dikenal dengan nama tepung Konjac. Tepung ini mengandung zat mannan yang bermanfaat sebagai dietary fiber sehingga sering dijadikan bahan makanan untuk kesehatan. Di Indonesia banyak dijumpai berbagai jenis iles-iles namun belum dibudidayakan oleh masyarakat karena kurang diketahui manfaatnya. Selain untuk bahan pangan, iles-iles banyak digunakan untuk industri obat-obatan, tekstil, kertas, dan film. Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan tanaman ini maka diperlukan informasi budi daya dan ketersediaan bibit. Perbanyakan generatif untuk tanaman ini memerlukan waktu lama karena masa dormansi siklus hidupnya, sehingga diperlukan metode perbanyakan alternatif. Teknik kultur jaringan yang telah berhasil pada tanaman hias dan tanaman tahunan telah terbukti dapat digunakan juga pada tanaman iles-iles. Pada percobaan tahun 2000 telah diperoleh formula untuk menstimulir pertunasan iles-iles, yaitu dengan menggunakan media MS yang diberi kinetin 3 mg/l, walaupun jumlah tunas yang dihasilkan hanya satu per eksplan. Percobaan tahun 2001 untuk meningkatkan jumlah tunas dan dicoba 3 taraf kinetin (0, 3, dan 5 mg/l) pada media dasar MS dikombinasikan dengan 2 taraf BAP (3 dan 5 mg/l), sedangkan untuk menstimulir induksi akar dicoba 3 taraf IBA (0; 0,5 dan 1,0 mg/l) pada 2 taraf media MS (1/2 dan 1 formula). Kedua percobaan tersebut disusun berdasarkan rancangan acak lengkap masing-masing 10 dan 20 ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah dan panjang tunas, jumlah dan panjang akar serta penampilan biakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kinetin pada media MS secara bersamaan dengan IBA ataupun BAP dapat menekan pertunasan iles-iles. Media yang terbaik untuk multiplikasi tunas adalah MS ditambah BAP 3 mg/l dan kinetin 5 mg/l. IBA berpengaruh negatif terhadap induksi dan perkembangan akar iles-iles.

Kata kunci: Amorpophalus spp., kultur in vitro, perbanyakan, induksi akar

ABSTRACT

Iles-iles (Amorpophalus spp.) is one of the root crops which is needed to develop due to its potentially as a commodity export. Japan and Taiwan need iles-iles for flour industry which is known as conjac flour. This flour contains of glucomannan that ordinary used as a healthy food which is useful for a dietary fiber. There are a lot of iles-iles varieties in Indonesia, but unfortunately it never been cultivated. It is because of the information of iles-iles functions for human being is still lack, whereas in fact iles-iles is also used for medicine and paper industry besides for food industry. In relation with iles-iles production and development, we need the information of culture technology and the availability of seedlings. Long dormancy time of this plant during its life cycle resulted time consuming in the generative multiplication of this plant. Therefore, an alternative technology in plant multiplication was needed. Tissue culture technique which was useful on many other ornamental plant maybe favorable for micro propagation of iles-iles. In the previous research (2000) the formula of shoot multiplication of iles-iles was found. By using the basal MS media with 3 mg/l of kinetin shoot initiation was stimulated, nevertheless the number of shoot was only one per explants. In the next research (2001), for increasing the number of shoot, two rates of benzyladeninpurin (BAP) (3 and 5 mg/l) was applied in combination with three rates of kinetin (0, 0.5, and 1 mg/l) while for stimulating the root induction, 3 rates of IBA (0, 0.5, and 1.0 mg/l) was applied in combination with two rates of basal MS media (full and half formula). Both of the experiments were arranged in completely randomized design with 10 and 20 replications respectively. The result showed that the use of kinetin which was applied in combination with BAP and or IBA, resulted negative effect on shoot proliferation of iles-iles. The best formula to increase shoot multiplication was MS media + BAP 3 mg/l and Kinetin 5 mg/l. IBA had the negative effect on root induction and proliferation of iles-iles.

Key words: Amorpophalus spp., in vitro culture, multiplication, root induction

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Negra indonesia adalah negara tropis yang memiliki keadaan tanah yang subur makmur, yang didalamnya tumbuh bermilyar – milyar jenis tanaman yang dapat bermanpaat bagi umat manusia yang tidak dimiliki oleh negara – negara lain dibelahan benua ini.

Keadaan penduduk Indonesia pada Era Globalisasi ini amatlah menyedihkan krisis diberbagai aspek kehidupan melanda negara ini,kekayan alam yang begitu menakjubkan tidak dapat di gunakan seoptimal mungkin karena keadaan sumber daya manusia yang tidak memadai untuk mengolah dan melestarikannya. Akhirnya masyarakat indonesia banyak yang meninggal akibat kelaparan,wabah penyakit dimana – mana.

Ketahanan pangan di Indonesia, Negara yang pernah melakukan Sua Sembada Pangan pada sat ini amatlah memprihatinkan. Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi masalah ini bahan pangan alternatif pengganti tanaman padi dengan tujuan untuk pemberagaman pangan agar dapat meminimalisasi inpor beras yang berkelanjutan.

Pada saat ini para ahli pertanian telah menemukan tanaman hutan yang terlupakan yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dalam bentuk glukomanan dan memiliki kandungan gizi yang baik karena selain dapat digunakan untuk bahan pangan tanaman ini juga dapat digunakan untuk berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan.Tanaman ini adalah Iles-iles (Amorpophalus spp).

Iles-iles (Amorpophalus spp.) merupakan salah satu tanaman umbi yang perlu dikembangkan karena berpotensi sebagai komoditas ekspor. Jepang dan Taiwan memerlukan iles-iles dalam bentuk tepung yang dikenal dengan nama tepung Konjac. Tepung ini mengandung zat mannan yang bermanfaat sebagai dietary fiber sehingga sering dijadikan bahan makanan untuk kesehatan. Di Indonesia banyak dijumpai berbagai jenis iles-iles namun belum dibudidayakan oleh masyarakat karena kurang diketahui manfaatnya. Selain untuk bahan pangan, iles-iles banyak digunakan untuk industri obat-obatan, tekstil, kertas, dan film. Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan tanaman ini maka diperlukan informasi budi daya dan ketersediaan bibit. Perbanyakan generatif untuk tanaman ini memerlukan waktu lama karena masa dormansi siklus hidupnya, sehingga diperlukan metode perbanyakan alternatif. Teknik kultur jaringan yang telah berhasil pada tanaman hias dan tanaman tahunan telah terbukti dapat digunakan juga pada tanaman iles-iles. Pada percobaan tahun 2000 telah diperoleh formula untuk menstimulir pertunasan iles-iles, yaitu dengan menggunakan media MS yang diberi kinetin 3 mg/l, walaupun jumlah tunas yang dihasilkan hanya satu per eksplan. Percobaan tahun 2001 untuk meningkatkan jumlah tunas dan dicoba 3 taraf kinetin (0, 3, dan 5 mg/l) pada media dasar MS dikombinasikan dengan 2 taraf BAP (3 dan 5 mg/l), sedangkan untuk menstimulir induksi akar dicoba 3 taraf IBA (0; 0,5 dan 1,0 mg/l) pada 2 taraf media MS (1/2 dan 1 formula). Kedua percobaan tersebut disusun berdasarkan rancangan acak lengkap masing-masing 10 dan 20 ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah dan panjang tunas, jumlah dan panjang akar serta penampilan biakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kinetin pada media MS secara bersamaan dengan IBA ataupun BAP dapat menekan pertunasan iles-iles. Media yang terbaik untuk multiplikasi tunas adalah MS ditambah BAP 3 mg/l dan kinetin 5 mg/l. IBA berpengaruh negatif terhadap induksi dan perkembangan akar iles-iles.

1.2 Tujuan

Dengan Adanya Penulisan Karya Ilmiah Mengenai Tanaman Iles-Iles (Amorpophalus Spp.) ini diharapkan:

1) Sebagai salah satu program akademik Divloma vedca cianjur yang menjadi syarat bagi mahasiswa penerima beasiswa unggulan.

2) Sebagi wahana pembelajaran mahasiswa agar dapat mencari kreatifitas dibidanggya sehingga mampu menjawab permasalahan yang da di negara Indonesia.

3) Untuk mencari kreatipitas mahasiswa sehingga dapat berguna bagi kemajuan bangsa dan negara.

4) Untuk mengasah kreatipitas mahasiswa dalam bentuk karya tulis yang komunikatip dan dapat dipertanggung jawabkan.

5) Dapat memberikan aspirasi kepada pembaca pada umumnya untuk dapat bersama – sama bergerak menanggulangi permasalahan pangan pada khususnya yang terjadi di negara Indonesia.

1.3 Identipikasi masalah

1. Keaneka ragaman hayati negara indonsia masih belum dapat dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan pungsi dan peranan masing masing tumbuhan yang ada.

2. Tanaman pangan saeperti Iles-iles (Amorpophalus spp.) yang masih belum dapat di manpaatkan secara optimal mempunyai prospek untuk dapat diusahakan dan mempunyai daya guna yang tinggi bagi ketahanan pangan masyarakat.

3. Iles-iles memiliki nama ilmiah Amorphophallus muelleri. Di Jepang, tepung yang dihasilkan dari umbi iles-iles dapat diolah menjadi shirataki dan konjaku. Sayangnya, tidak banyak masyarakat kita yang mengenal kegunaan tanaman yang banyak di temukan di bawah naungan pohon tersebut. Tidak jarang jenis tanaman tersebut malah dianggap gulma pengganggu yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Masyarakat beralasan, meski mirip suweg tapi umbi iles-iles rasanya gatal bila di makan sehingga praktis hanya dibiarkan tumbuh liar.

4. SAAT ini, negara Jepang masih membutuhkan tepung atau gaplek iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) lebih 1.000 ton/tahun. Informasi ini diperoleh dari PT. INACO tahun 2003. Bukan hanya negara Jepang yang berminat dengan gaplek iles-iles, tapi juga beberapa negara tetangga. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, Indonesia mengekspor iles-iles dalam bentuk keripik atau tepung ke berbagai negara (Sri Lanka, Malaysia, Australia, Singapura dan lain-lain). Sayangnya, permintaan ekspor tersebut belum dapat dipenuhi. Karena Indonesia belum membudi dayakan iles-iles secara intensif, dan tergantung pada potensi alam. Selain itu, luas penanaman masih terbatas serta belum ada pedoman budi dayanya.

5. Perkembangan budi daya iles-iles selama ini juga terhambat. Hal ini disebabkan banyak masyarakat belum mengenal iles-iles. Bahkan, banyak masyarakat mengenal iles-iles sebagai tanaman gulma di pekarangan. Di samping itu, juga faktor -faktor lain yang sampai sekarang belum terpecahkan, seperti aspek agronomi, pemasaran dan pengolahan hasil.

6. Tingginya permintaan konsumen luar negeri khususnya negara jepang akan tanaman Iles-iles (Amorpophalus spp.)yang belum dapat kita penuhi karewna sulitnya perbanyakan secara konpensional pada tanaman ini.

7. Perbanyakan generatif untuk tanaman Iles-iles (Amorpophalus spp.) memerlukan waktu lama karena masa dormansi siklus hidupnya, sehingga diperlukan metode perbanyakan alternatif. Teknik kultur jaringan yang telah berhasil pada tanaman hias dan tanaman tahunan telah terbukti dapat digunakan juga pada tanaman iles-iles

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 ). Iles-iles ( Amorpophalus sp.) “mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan ”

2. (Ariel, 1999) ”Glukomanan dapat digunakan untuk makanan ”

3. (Lahiya, 1993) ” Iles-iles ( Amorpophalus sp.) juga untuk berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan”

4. (Rochayati et al., 1986). ”Tanah masam berkadar Al tinggi mempunyai kendala fisik maupun kimia yang menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian apabila dilakukan penanganan dengan baik, akan dapat menjadi tanah produktif yaitu dengan pemupukan dan pengapuran ”

5. (Jansen et al., 1996) ” Iles-iles tumbuh baik di tempat yang drainasenya baik, kandungan humus tinggi dan kisaran pH tanah 6 - 7,5 ”

6. (Soemarwoto,1987): ”Pengaruh kapur dan ukuran bulbil terhadap iles-iles di tanah ber-Al tinggi ”

7. ( anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Desa Klangon,2002).”Hasil rata-rata per hektar mencapai sekitar 8.000 kilogram bila dipelihara secara intensif. ”

8. (Rosman dan Rusli, 1991; Sufiani, 1993).Pada tahun 1991 volume ekspor iles-iles mencapai 235 t dengan nilai 273 ribu dolar Amerika. Pada tahun 1997 ekspor chip iles-iles ke Jepang, Malaysia, dan Pakistan meningkat menjadi 297,6 t dengan nilai 349.614 dolar Amerika. Pada tahun 1998 ekspor komo-diti ini menurun menjadi 260 t karena keterbatasan bahan baku

9. (Pennel, 1987) “Kelebihan lain dan cukup penting adalah perbanyakan bibit melalui kultur jaringan dapat menghasilkan individu baru yang sifatnya sama dengan induknya “

10. (Pennel 1987) dan (Mariska et al. 1992) “semakin banyak dan semakin cepat tunas dapat dihasilkan dalam suatu periode tertentu maka semakin tinggi efisiensi multiplikasi tanaman yang dicapai”

11. (Supriati et al. , 2001) ”Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh media untuk menstimulir pertunasan”

12. (Delvin 1975) “pemberian IAA pada konsentrasi yang relatif tinggi pada akar, akan menye-babkan terhambatnya perpanjangan akar.”

13. (Rajeevan dan Pandey, 1985) “Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengenceran kandungan garam-garam mineral makro dan basal media MS dapat menghasilkan perakaran yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi penuh .”

14. (Syaefullah,1991) ”iles-iles memerlukan kondisi tanah dan agroklimat dengan kelembaban yang cukup tingg”

15. (Syaefullah, 1991).”Dalam budi daya iles-iles, umbi tetas merupakan salah satu alat perkembangbiakannya walaupun jumlahnya terbatas pada setiap daun. Yang tertinggi pada jenis A. oncophylus, yaitu dapat mencapai jumlah umbi tetas sampai 40 butir per daun “

BAB III

PEMBAHASAN

F:\kumpulan donlod\op iles.jpgIles-iles (Amorphophallus muelleri Blume sin. A. blumei (Scott.) Engler sin. A.oncophyllus Prain) termasuk famili Araceae, merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan juga mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 ). Glukomanan dapat digunakan selain untuk makanan (Ariel, 1999), juga untuk berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan (Lahiya, 1993).Tanah masam berkadar Al tinggi mempunyai kendala fisik maupun kimia yang menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian apabila dilakukan penanganan dengan baik, akan dapat menjadi tanah produktif yaitu dengan pemupukan dan pengapuran (Rochayati et al., 1986). Iles-iles tumbuh baik di tempat yang drainasenya baik, kandungan humus tinggi dan kisaran pH tanah 6 - 7,5 (Jansen et al., 1996). Keasaman (pH) tanah telah dikaji penulis dalam percobaan pengapuran sebelumnya dan kapur (kapur pertanian = “kaptan”) ber-pengaruh nyata terhadap hasil. Berdasarkan habitat aslinya dan pengamatan di lapangan khususnya di luar jawa, beberapa jenis Amorphophallus spp. banyak ditemukan di daerah yang berkapur (kars). Salah satu sumber bahan tanaman pada budidaya iles-iles adalah bulbil (umbi daun), yang jumlah dan variasi ukurannya cukup banyak. Dalam satu tanaman dapat menghasilkan antara 1-20 bulbil, bentuk dan ukurannya beragam tergantung letaknya pada percabangan tulang daun. Untuk mengetahui ukuran bulbil yang baik sebagai bibit perlu dilakuan pengujian. Berdasarkan latar belakang di atas pada percobaan ini, perlu dilakukan pengujian tentang pengaruh pemberian kapur kaptan dan berbagai ukuran bulbil pada tanah ber Al-dd tinggi. Diduga pemberian kapur kaptan akan memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan bulbil yang berukuran besar akan lebih baik. Soemarwoto: Pengaruh kapur dan ukuran bulbil terhadap iles-iles di tanah ber-Al tinggi 1987

Spesies : Amorphophallus muelleri Blume

Nama Inggris : konjac

Nama Indonesia : Iles-ilesgambar1, 1.daun, 2umbi, 3bunga

Nama Lokal : Iles-iles (Jawa)

Deskripsi :
Tnaman tahunan dengan umbi bagian luar putih, bagian dalamnya kuning. Daun soliter, dengan tangkai daun menyilinder, panjang, licin, hijau sampai hijau abu-abu dengan banyak bintik-bintik berwarna hijau pucat, helaian daun terbelah menjadi tiga, ditengah helaian daun ada umbi coklat tua gelap yang kasar berbintil-bintil, anak daun melanset dengan banyak lekukan pada pinggir daunnya. Perbungaan soliter yang tumbuh dari umbinya ketika daun dorman, gagang perbungaan menyilinder, licin, panjang, berwarna hijau mengkilat, berbintik-bintik hijau muda. Bunga bentuk tongkol, pipih, dengan apendiks berwarna merah muda, bunga jantan terletak dibawah apendiks dan bunga betina terletak dibagian basal perbungaan. Buah buni, menyilinder sampai membulat telur, merah cerah, biji 2 - 3, bagian atas masak lebih dulu. PORANG atau iles-iles adalah famili Araceae yang merupakan tumbuhan semak (herba) dengan umbi di dalam tanah. Porang banyak tumbuh di hutan karena hanya memerlukan penyinaran matahari 50-60 persen sehingga sangat cocok untuk tanaman di bawah naungan. Iles-iles, yang hanya memerlukan tanah kering berhumus dengan pH 6-7, umbi batangnya berada di dalam tanah dan umbi inilah yang dipungut hasilnya.

Tanaman yang di Madura disebut kruwu ini mempunyai kandungan polysacharida (manaan) tertinggi (sekitar 35 persen). Ciri-ciri tanaman ini antara lain berupa semak dengan tinggi 100-150 sentimeter; batang, tangkai, dan daunnya berwarna hijau hingga hijau tua bergaris-garis dengan di sana-sini ada bercak-bercak putih. Tanaman yang di tatar Sunda disebut acung ini mempunyai umbi tetas (anak umbi) yang mengandung biji dan dapat dijumpai pada setiap pangkal cabang/tulang-tulang daun.

Jenis Amorphophallus ini jumlahnya sekitar 80-an, namun hanya beberapa di antaranya yang tumbuh di Indonesia. Selain iles-iles, ada salah satu familinya yang amat terkenal di Indonesia dengan sebutan suweg (Amorphophallus Compenuliatus). Pada musim paceklik, masyarakat desa hutan di Indonesia menggunakannya sebagai makanan pokok pengganti.

Distribusi/Penyebaran :
Jenis liarnya ditemukan dari Kepulauan Andaman ke arah timur terus ke Burma (Myanmar) masuk ke Thailand bagian utara dan ke arah tenggara ke Indonesia (Sumatra, Jawa, Flores dan Timor). Jenis ini sudah dibudidayakan secara luas di Jawa.

Habitat :
Amorphophallus biasanya tumbuh di daerah vegetasi sekunder, di tepi-tepi hutan dan belukar, hutan jati, hutan desa, biasanya dibawah beberapa naungan, dengan ketinggian dapat mencapai 700- 900 m dpl. Naungan dapat mencapai 50-60%, untuk menaikkan produksi umbi. Rata-rata suhu optimal berkisar dari 25-350C, dengan suhu optimal tanah 22-300C. Kondisi yang kering merangsang pertumbuhan umbi. Jenis-jenis Amorphophallus lebih menyukai tanah-tanah dengan drainase bagus dengan kandungan humus yang tinggi. Tanah liat berpasir yang mempunyai pH 6-7.5 sangat cocok; tanah liat tidak cocok, karena menghambat perkembangan umbi.

Perbanyakan :
Amorphophallus dapat diperbanyak dari bijinya, umbi atau bulbil dan dengan kultur jaringan. Perbanyakan biji bukan merupakan suatu kebiasaan, karena biji sulit diperoleh dalam jumlah yang besar. Sedangkan perbanyakan dari umbi atau bagian-bagian umbi adalah paling umum. Untuk perbanyakan dipilih umbi-umbi yang berukuran kecil atau bulbil. Kerugian dari perbanyakan dengan umbi adalah dibutuhkannya sejumlah besar umbi (kira-kira dapat mencapai 25% dari hasil panen). Kadang-kadang siungan dapat ditanam seperti umbi-umbi kecil. Satu hektar Amorphophallus muelleri dapat menghasilkan kira-kira 50 000 siungan dan 1.8 juta biji (kira-kira 60% nya berkecambah). Sedangkan kultur jaringan masih dalam taraf percobaan. Persiapan tanah yang bagus dapat menghasilkan pertumbuhan yang bagus pula. Lubang-lubang untuk penanaman diusulkan berukuran 60 cm x 60 cm x 45 cm, bagian bawah diisi dengan campuran tanah dan pupuk. Di Indonesia, umbi juga ditanam ke arah atas untuk merangsang pertumbuhan kuncup lateral. Penanaman selesai pada awal musim hujan. Jarak tanam bervariasi tergantung material yang digunakan, misalnya biji 10 cm, siungan 35-70 cm, dan umbi 35- 90 cm. Secara normal, umbi berukuran paling besar pada jarak yang terlebar, tetapi pertumbuhan umbi juga dipengaruhi oleh ukuran material yang ditanam, penggunaan air dan kesuburan tanah.

Manfaat tumbuhan :

Umbi iles-iles merupakan bahan baku konyaku utama,oleh karena itu umbinya dibuat keripik untuk dapat diekspor ke Jepang. Pembuatan kripik iles-iles dilakukan oleh masyarakat di sekitar penanaman dengan cara mengupas, dan dipotong tipis-tipis. Di Jepang keripik ini diproses lebih lanjut untuk dapat diperoleh glukomanannya. Di Singapura glukomanan sudah dibuat tablet untuk diet. Jenis-jenis Di Filipina dan India, semua bagian tumbuhan juga digunakan sebagai pakan ternak. Umbinya juga dapat dibuat asam dan alkohol. Banyak manfaat Amorphophallus dalam pengobatan tradisional yaitu: sebagai obat disentri, sakit telinga, kolera, masalah pernafasan, untuk menurunkan tekanan darah dan kolesterol, untuk obat sakit rematik dan masalah pencernaan. Semua jenis Amorphophallus berpotensi sebagai tanaman hias. . berpotensi sebagai tanaman hias. Jelas ini karena multimanfaat porang, yang selain menjadi bahan pembuat konyaku (sejenis tahu) dan snirataki (sejenis mi) untuk masakan Jepang juga dapat digunakan sebagai pengganti agar-agar dan gelatin.

Kegunaan lainnya, porang dapat dipakai untuk bahan perekat kertas, cat dan bahan mengilapkan kain seperti katun/wol, serta bahan imitasi yang kualitasnya lebih baik dan lebih murah dibandingkan dengan amilum. Iles-iles juga bisa dipakai sebagai bahan negative film, isolasi, dan pita seluloid karena sifatnya seperti selulosa. Yang lebih menarik, terutama bagi industri farmasi, adalah kemampuan parutan porang segar yang dapat menyembuhkan luka.

Sumber Prosea : 9: Plants yielding non-seed carbohydrates p.45-50 (author(s): Flach, M. & Rumawas, F.)

Kategori : Umbi-umbian

Iles-iles ( Amorpophalus sp.) merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor karena beberapa negara membutuhkan tanaman ini sebagai bahan makanan maupun bahan industri. Iles-iles yang dikenal dengan nama daerah walur (Jawa), acung (Sunda), dan kruwu (Madura) tersebar di daerah tropis dan subtropis. Jenis iles-iles yang banyak dijumpai di Indonesia adalah A. companulatus, A. variabilis, dan A. oncophylus. Dari ketiga jenis ini, A. oncophylus merupakan aksesi yang paling tinggi kan-dungan glukomanannya.

Prospek usaha :

Hasil rata-rata per hektar mencapai sekitar 8.000 kilogram bila dipelihara secara intensif. Jika pemeliharaannya asal-asalan, hasilnya hanya mencapai sekitar 4.000 kilogram. Harga jual produksi masih basah per kilogram mencapai Rp 800. Sementara bila dijual dalam keadaan kering (rendemen 17 persen) dapat mencapai Rp 5.750-Rp 6.200.( anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Desa Klangon,2002).

F:\kumpulan donlod\iles opansopandi.jpg gambar 2.batang Iles-iles ( Amorpophalus sp.)

Zat mannan ini dapat digunakan untuk bahan perekat, bahan seluloid, bahan peledak, kosmetik, bahan makanan, industri tekstil, dan ker-tas. Di Filipina umbi iles-iles sering digunakan sebagai bahan baku roti dan bahan alkohol. Di Jepang dijadikan tepung jeli yang diberi nama Konyaku.

Pada tahun 1991 volume ekspor iles-iles mencapai 235 t dengan nilai 273 ribu dolar Amerika. Pada tahun 1997 ekspor chip iles-iles ke Jepang, Malaysia, dan Pakistan meningkat menjadi 297,6 t dengan nilai 349.614 dolar Amerika. Pada tahun 1998 ekspor komo-diti ini menurun menjadi 260 t karena keterbatasan bahan baku (Rosman dan Rusli, 1991; Sufiani, 1993). Masalah yang dihadapi oleh pengusaha iles-iles adalah tidak dapat memenuhi permintaan pasar, baik dalam jumlah maupun waktu yang tepat. Selama ini pasokan iles-iles hanya dipenuhi dari pedagang kecil yang me-ngumpulkan iles-iles yang tumbuh liar di hutan atau di sekitar perkebunan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu suatu upaya penanaman secara intensif yang berarti akan memerlukan bibit dalam jumlah yang banyak dan cepat.

F:\kumpulan donlod\op iles.jpggambar 3.pohon Iles-iles ( Amorpophalus sp.)

Dalam upaya penyediaan bibit tanaman, teknik kultur jaringan merupakan suatu alternatif yang perlu dipertimbangkan. Teknologi ini memberikan beberapa keuntungan antara lain dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, seragam, bebas patogen, dan relatif cepat. Kelebihan lain dan cukup penting adalah perbanyakan bibit melalui kultur jaringan dapat menghasilkan individu baru yang sifatnya sama dengan induknya (Pennel, 1987). Laju regenerasi jaringan dapat ditingkatkan antara lain melalui manipulasi formula media serta penggunaan bahan tanaman yang optimal kondisi fisiologisnya.

Menurut Pennel (1987) dan Mariska et al. (1992) semakin banyak dan semakin cepat tunas dapat dihasilkan dalam suatu periode tertentu maka semakin tinggi efisiensi multiplikasi tanaman yang dicapai. Setelah tingkat multiplikasi tunas di-peroleh dengan baik, tahap selanjutnya adalah memperbaiki system perakaran dan aklimatisasi dirumah kaca. Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh media untuk menstimulir pertunasan (Supriati et al. , 2001) dan pada tahun 2001 diperoleh formula media untuk meningkatkan jumlah tunas yang tumbuh walaupun tingkat efisiensinya masih rendah. Selain itu, telah dicoba berbagai formula untuk perakaran. Tampaknya untuk menginduksi akar iles-iles zat pengatur tumbuh eksogen tidak diperlukan, kare-na pertumbuhan tunas pada media MS atau ½ MS tanpa zat pengatur

tumbuh da-pat menghasilkan akar yang cukup baik dan normal (Supriati et al. , 2002) hanya jumlahnya masih terbatas. Demikian pula dengan pemberian IBA pada taraf 0,5 dan 1,0 mg/l pada media dasar MS atau ½ MS tidak meningkatkan jumlah akar iles-iles. Walaupun demikian, sebagai langkah optimasi, tunas yang telah berakar diuji kembali dengan menggunakan zat pengatur tumbuh alami lain, yaitu IAA yang di-kombinasi dengan media MS (1/4 dan ½ formula) dengan tujuanuntuk mengop-timalkan sistem perakaran dengan menggunakan media yang lebih hemat. Untuk aklimatisasi telah dicoba berbagai komponen media seperti tanah, kompos, cas-ting, dan serbuk gergaji yang diaplikasi secara tersendiri atau dikombinasikan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan formula media untuk mengoptimalkan sistem perakaran iles-iles dalam kultur in vitro, (2) mendapatkan planlet iles-iles yang berakar sempurna dan siap diaklimatisasi, dan (3) mendapatkan media terbaik untuk aklimatisasi planlet iles-iles hasil kultur jaringan.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian IAA pada media dasar ½ MS atau ¼ MS tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah akar iles-iles pada umur 3, 6, dan 12 minggu. Oleh karena itu, untuk menginisiasi akar iles-iles tidak perlu ditambahkan zat pengatur tumbuh pada media dasar yang digunakan.

Tabel 1. Pengaruh pemberian IAA terhadap jumlah akar iles-iles pada

umur 3, 6, dan 12 minggu dalam media dasar MS

Perlakuan

Jumlah akar

3 minggu

6 minggu

12 minggu

¼ MS, tanpa IAA

2,0 a

3,8 a

5,8 a

¼ MS, IAA 0,5 mg/l

4,5 a

5,0 a

7,2 a

¼ MS, IAA 1,0 mg/l

2,8 a

6,2 a

7,4 a

¼ MS, IAA 1,5 mg/l

3,5 a

6,4 a

9,2 a

½ MS, tanpa IAA

2,0 a

2,0 a

6,8 a

½ MS, IAA 0,5 mg/l

5,0 a

5,8 a

7,4 a

½ MS, IAA 1,0 mg/l

3,2 a

5,2 a

6,0 a

½ MS, IAA 1,5 mg/l

3,0 a

3,8 a

8,3 a

Tabel 2. Pengaruh pemberian IAA terhadap panjang akar pada umur

3, 6, dan 12 minggu dalam kultur in vitro

Panjang akar (cm)

Perlakuan

3minggu

6minggu

12minggu

¼ MS, tanpa IAA

1,9 a

2,7 a

4,1 a

¼ MS, IAA 0,5 mg/l

0,3 a

0,8 a

2,3 a

¼ MS, IAA 1,0 mg/l

0,5 a

1,3 a

2,3 a

¼ MS, IAA 1,5 mg/l

0,2 a

0,6 a

3,4 a

½ MS, tanpa IAA

2,4 a

2,7 a

4,4 a

½ MS, IAA 0,5 mg/l

0,6 a

1,3 a

3,3 a

½ MS, IAA 1,0 mg/l

0,4 a

1,0 a

2,1 a

½ MS, IAA 1,5 mg/l

0,4 a

0,9 a

3,2 a

Tabel 3. Pengaruh media tumbuh terhadap persentase keberhasilan

tumbuh saat aklimatisasi iles-iles hasil kultur in vitro

Perlakuan

Keberhasilan tumbuh (%)

Tanah

20

Tanah + pupuk kandang

100

Tanah + casting

100

Tanah + sekam

80

Tanah + kompos

80

Pada pengamatan perkembangan akar, juga tampak bahwa pemberian IAA tidak meningkatkan panjang akar (Tabel 2). Media dasar MS yang diturunkan kandungan makronya dari ½ menjadi ¼, ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah maupun panjang akar, bahkan cen-derung memperpendek panjang akar (Tabel 1 dan 2). Delvin (1975) menyatakan bahwa pemberian IAA pada konsentrasi yang relatif tinggi pada akar, akan menye-babkan terhambatnya perpanjangan akar. Selain itu, tidak berpengaruhnya IAA ter-hadap perakaran ini mungkin disebabkan karena kandungan auksin endogen yang dibutuhkan untuk menginisiasi perakaran sudah cukup tersedia di dalam jaringan tanaman. Menurut George dan Sherington (1984) pemberian zat pengatur tumbuh baik auksin maupun sitokinin eksogen dapat menstimulir biosintesis hormon alami sehingga kandungan auksin dalam jaringan tanaman meningkat di atas konsentra-si yang dibutuhkan bagi pembentukan dan pemanjangan akar. Pengenceran kan-dungan unsur makro terutama unsur N yang tinggi pada media dasar MS dapat mengurangi adanya biosintesis komponen organik yang banyak berperan dalam memacu pertunasan. Dengan demikian, terjadi perubahan transportasi nutrisi dan zat pengatur tumbuh auksin dari ujung ke pangkal tunas yang akhirnya mem-bentuk bakal akar. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengenceran kandungan garam-garam mineral makro dan basal media MS dapat menghasilkan perakaran yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi penuh (Rajeevan dan Pandey, 1985)

Aklimatisasi

Tabel 4. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap tinggi tanaman

iles-iles pada umur 6, 9, dan 13 minggu saat aklimatisasi di

rumah kaca

Perlakuan

Tinggi tanaman (cm)

6 minggu

9 minggu

13 minggu

Tanah

1,0

-*)

-*)

Tanah + pupuk kandang

5,6

7,9

12,6

Tanah + casting

10,8

14,3

20,4

Tanah + sekam

6,7

10,9

17,6

Tanah + kompos

4,8

8,8

7,9

*) seluruh tanaman mati

Tabel 5. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap jumlah anakan

iles-iles pada umur 6, 9, dan 13 minggu saat aklimatisasi di

rumah kaca

Perlakuan

Tinggi tanaman (cm)

6 minggu

9 minggu

13 minggu

Tanah

0

-*)

-*)

Tanah + pupuk kandang

1,6

1,8

2,0

Tanah + casting

2,0

2,2

2,0

Tanah + sekam

2,0

2,2

2,2

Tanah + kompos

2,0

2,2

3,0

*) seluruh tanaman mati

Aklimatisasi Tingkat keberhasilan tumbuh terbaik pada pengujian aklimatisasi tanaman di rumah kaca, yaitu penanaman dengan menggunakan media campuran tanah + pupuk kandang atau tanah + casting. Dengan menggunakan media tanah saja persentase kemampuan tumbuh tanaman sangat rendah, yaitu hanya 20% (Tabel 3), walaupun seluruh planlet telah disungkup dengan gelas aqua plastik dengan tujuan membantu menciptakan tingkat kelembaban yang diinginkan.

Menurut Syaefullah (1991) iles-iles memerlukan kondisi tanah dan agroklimat dengan kelembaban yang cukup tinggi. Dalam hal ini pemberian casting dan pupuk kandang pada media tanah tampaknya selain meningkatkan porositas tanah juga dapat memperbaiki tingkat kelembaban tanah. Kelembaban yang tinggi umumnya diperlukan bagi hampir semua tanaman yang berasal dari kultur jaringan karena lapisan kutikula pada daun masih tipis, stomata belum berfungsi secara normal, serta hubungan jaringan pembuluh batang dan akar yang belum sempurna.

Pada perlakuan dengan media tanah, tanaman iles-iles hanya bertahan sampai 6 minggu dan pada minggu ke-9 dan 13 seluruh tanaman mati (Tabel 4). Dibandingkan dengan perlakuan lain, tinggi tanaman yang ditumbuhkan pada media campuran tanah + casting menunjukkan yang tertinggi, yaitu 20,4 cm pada minggu ke-13. Jumlah anakan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antar perlakuan, yaitu dengan rata-rata jumlah anakan 1-2 anakan per tanaman (Tabel 5). Hal serupa terjadi dengan jumlah umbi tetas yang muncul pada permukaan daun, walaupun pada media campuran tanah + pupuk kandang dan tanah + casting mempunyai nilai rata-rata umbi tetas lebih tinggi daripada campuran tanah + sekam atau kompos. Dalam budi daya iles-iles, umbi tetas merupakan salah satu alat perkembangbiakannya walaupun jumlahnya terbatas pada setiap daun. Yang tertinggi pada jenis A. oncophylus, yaitu dapat mencapai jumlah umbi tetas sampai 40 butir per daun (Syaefullah, 1991).

BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1.Simpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari karya ilmiah ini adalah sebagai

berikut:

1.

1. Untuk mengakarkan tanaman iles-iles dalam kultur in vitro cukup digunakan media dasar ¼ MS, tanpa diberikan zat pengatur tumbuh.

2. Media tumbuh yang terbaik untuk aklimatisasi iles-iles di rumah kaca, yaitu campuran tanah dan casting atau campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1.

3. Diperlukan pengamatan deskriptif varietas yang lebih mendalam terhadap penampilan iles-iles hasil kultur jaringan, terutama terhadap parameter umbi tetas dan batang daun.

DAFTAR PUSTAKA

Delvin, R.M. 1975. Plant Physiology. Third edition. D. Nostrand Company. New

York.

Mariska, I., Hobir, dan D. Sukmajaya. 1992. Usaha pengadaan bahan tanaman

melalui bioteknologi kultur jaringan. Temu Usaha pengembangan Hasil Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat. Puslitbangtri, Balittro dan Pusat

Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Jakarta, 2-3 Desember 1992.

Pennel, D. 1987. Micropropagation in horticulture. Grower guide No. 29. Grower

Books. London.

Rajeevan, M.S. and R.M. Pandey. 1985. Rooting and plantlet development in vitro

from papaya ( Capea papaya L.) shoot cultures. Indian J. Plant Physiol. XXIX

(3):187-195.

Rosman, R. dan S. Rusli. 1991. Tanaman iles-iles. Edsus. Littro VII(2):17-21

Syaefullah, M. 1991. Mengenal tanaman iles-iles dan manfaatnya. Sinar Tani. 6

April 1991.

Sufiani, S. 1993. Iles-iles ( Amorphophalus sp . ): jenis, syarat tumbuh, budi daya,

dan standar mutu ekspornya. Laporan bulan Maret 1993. Balittro Bogor.

Supriati, Y., I. Mariska, W.H. Adil, D. Sukmajaya, Y. Rusyadi, dan E.G. Lestari.

2001. Multiplikasi tunas tanaman iles-iles dan duku secara kultur in vitro.

Laporan Hasil Penelitan Balitbio Tahun 2000.

Supriati, Y., W.H. Adil, Y. Rusyadi, dan I. Mariska. 2002. Peningkatan

multiplikasi tunas dan induksi akar iles-iles melalui kultur in vitro. Laporan

Hasil penelitian Balitbio Tahun 2001.

read more...

spnsr

Followers

welcome