
BAB 9
PERTANIAN DAN PENGAIRAN
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara dalam Repe- lita IV pembangunan pertanian dalam arti luas akan terus ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, mendorong pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah, serta meningkatkan kegiatan transmigrasi. Dengan demikian sektor pertanian akan makin kuat sebagai pendukung perkembangan Indus- tri dalam rangka mencapai perekonomian yang semakin seimbang.
Selanjutnya Garis-garis Besar Haluan Negara juga menen-tukan agar pembangunan pertanian yang mencakup pertanian ta-naman pangan, perikanan, per ternakan, perkebunan dan kehutan- an lebih ditingkatkan melalui usaha-usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi, secara terpadu, serasi dan merata dengan tetap memelihara kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Di samping itu peningkatan produk- si pangan seperti beras dan palawija, termasuk usaha pening-katan penanganan pasca panen, serta produksi pangan yang ber- asal dari hortikultura, perkebunan , peternakan dan perikan- an, bertujuan untuk memantapkan swasembada pangan dan seka- ligus memperbaiki mutu makanan, khususnya dengan memperbesar penyediaan protein nabati dan hewani. Peningkatan produksi
pangan juga diarahkan untuk memperbaiki taraf hidup petani, memperluas kesempatan kerja dan menjamin penyediaan pangan untuk masyarakat pada tingkat harga yang layak bagi petani produsen maupun konsumen.
Selain itu Garis-garis Besar Haluan Negara juga menetap- kan bahwa peningkatan produksi perkebunan, kehutanan, per- ikanan dan peternakan di samping untuk meningkatkan perluasan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan rakyat, juga bertujuan untuk menunjang pembangunan industri serta meningkat- kan ekspor. Peningkatan produksi perikanan dilaksanakan de- ngan sekaligus memperbaiki kehidupan nelayan dan memajukan desa-desa pantai. Selanjutnya akan ditingkatkan pemanfaatan Zona Ekonomi Eksklusif.
Di samping memanfaatkan hasil hutan untuk pembangunan, Garis-garis Besar Haluan Negara menentukan agar perhatian pe- nuh tetap diberikan kepada pembinaan hutan sebagai sumber alam. Dalam rangka itu akan dilanjutkan usaha-usaha peningka- tan penertiban penebangan hutan, penanaman kembali hutan-hu- tan yang rusak serta konversi sebagian hutan alam menjadi hu- tan buatan yang menghasilkan kayu untuk energi dan industri. Selanjutnya pengelolaan hutan akan ditingkatkan dan disempurnakan agar memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada rakyat. Produksi hasil hutan akan ditingkatkan melalui usaha pening-katan efisiensi pengusahaan hutan, pemanfaatan limbah serta jenis kayu dan hasil hutan yang belum diusahakan, dan peningkatan mutu kawasan hutan. Dalam hubungan ini tetap di perha-tikan peranan hutan sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya. Hal ini akan lebih meningkat- kan rasa tanggung-jawab masyarakat untuk membina kelestarian hutan.
Selain itu sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara dalam pembangunan pertanian akan diperhatikan rehabilitasi tanah kritis untuk memulihkan kembali dan mempertahankan kesuburan tanah, sumber air, hutan, dan sumber alam lainnya. Rehabilitasi tanah kritis tersebut akan disertai dengan usaha peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian sumber alam sehingga masyarakat ikut serta secara aktif dalam pelaksanaannya. Di samping usaha rehabilitasi tanah-tanah kritis antara lain melalui reboisasi dan penghijauan, akan terus dilanjutkan usaha pencegahan timbulnya tanah kritis ba- ru. Untuk keperluan itu di samping penyempurnaan cara pengelolaan hutan, akan ditingkatkan pengendalian perladangan berpindah, sedang di tanah pertanian perlu ditingkatkan kegiatan penyuluhan, percontohan, dan sebagainya.
Pembangunan pertanian harus merupakan usaha yang terpadu dengan pembangunan daerah dan pedesaan. Dalam hubungan ini khusus mengenai masalah tanah GBHN menetapkan agar dilanjut- kan dan ditingkatkan langkah-langkah untuk mengendalikan se- cara efektif masalah penggunaan, penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak atas tanah, sehingga benar-benar sesuai dengan asas adil dan merata. Dalam hubungan akan dicegah penga- lihan hak atas tanah yang menjurus pada pemilikan tanah yang melebihi ketentuan yang berlaku. Di samping itu akan diusaha- kan untuk mencegah pembagian tanah yang sangat kecil, agar manfaat penggunaan tanah tidak makin berkurang.
Untuk menunjang pembangunan pertanian akan diteruskan dan disempurnakan usaha penyuluhan dan pendidikan pertanian; juga akan dilanjutkan perbaikan dan perluasan prasarana, pembukaan lahan baru, penyediaan sarana produksi, penyediaan dan
kemudahan kredit dengan syarat yang memadai, serta penelitian dan pemilihan teknologi pertanian yang tepat, yang disebarkan keseluruh daerah dan masyarakat petani.
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, di samping pembinaan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah, akan makin ditingkatkan keikutsertaan petani/nelayan melalui kelompok-kelompok tani/nelayan dan koperasi-koperasi unit desa; sedangkan perusahaan pertanian yang besar didorong agar dapat membantu pengembangan usaha pertanian rakyat.
Selanjutnya akan ditingkatkan pengembangan sistem pemasaran yang menjamin harga yang layak bagi petani produsen maupun konsumen dengan mengikut sertakan koperasi unit desa.
Peranan pengairan dalam pembangunan pada umumnya dan pembangunan pertanian pada khususnya adalah sangat penting. Karena itu, sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara da-lam Repelita IV pembangunan pengairan akan dilanjutkan dan diarahkan untuk menyediakan air irigasi yang cukup, mengaman-kan areal produksi dari kerusakan akibat banjir dan mendukung pembukaan dan pemanfaatan areal pertanian baru dalam rangka peningkatan produksi pangan. Di samping itu pembangunan pengairan juga ditujukan untuk mengembangkan, mengatur dan menjaga kelestarian sumber-sumber air, menunjang penyediaan air untuk kesejahteraan masyarakat serta mendukung pembangunan industri dan kelistrikan.
Pembangunan pengairan yang dilakukan dengan jalan pembuatan jaringan baru, rehabilitasi, pemeliharaan dan pemanfaatan jaringan-jaringan yang ada, pengembangan daerah rawa serta penyelamatan hutan, tanah dan air akan diteruskan dan
ditingkatkan, khususnya di daerah-daerah yang dapat mening-katkan produksi dalam waktu pendek. Dalam hubungan ini masyarakat petani akan didorong untuk memanfaatkan air irigasi yang tersedia itu dengan mencetak sawah-sawah baru, pertamba- kan dan perkolaman di samping mengintensifkan pengairan sa- wah-sawah yang telah ada. Di samping itu akan lebih diting-katkan kegiatan pengembangan air tanah khususnya di daerah-daerah pertanian kering dan rawan.
Selain itu untuk memanfaatkan jaringan pengairan yang ada secara optimal maka jaringan tersier dan kwarter akan te- rus dikembangkan. Selanjutnya akan ditingkatkan kesadaran, kemampuan dan partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha pemeliharaan saluran dan bangunan pengairan serta pengaturan air secara lebih efisien, antara lain dengan membina dan mengembangkan kelompok-kelompok tani pemakai air.
Kebijaksanaan pembangunan pertanian dan pengairan dia- rahkan untuk mengusahakan pembangunan yang makin seimbang an-tara pembangunan sub sektor pertanian dan pembangunan sub sek- tor pengairan dimana pengairan berfungsi sebagai penunjang terhadap pertanian. Demikian pula diusahakan adanya keseimba-ngan pembangunan didalam sub sektor pertanian sendiri. Dalam hubungan ini unsur-unsur yang masih tertinggal di masing-ma- sing bagian, seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan akan lebih memperoleh perhatian, se-perti pengembangan produksi palawija, hortikultura, perikanan lepas pantai dalam rangka pemanfaatan Zona Ekonomi Eksklusif.
Dalam pembangunan pengairan diusahakan pula keseimbangan pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai sektor pembangunan
dimana kebutuhan untuk sektor-sektor di luar pertanian bagi daerah-daerah tertentu sudah jauh meningkat.
Dalam pada itu juga akan diusahakan bahwa perkembangan dalam bidang produksi pertanian akan diimbangi pula oleh pengembangan bidang pemasaran serta pengembangan industri pengolahan basil pertanian.
Untuk periode Repelita IV nilai tambah riel sektor pertanian diperkirakan akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sekitar 3,0% per tahun. Perlu dikemukakan bahwa didalam perhitungan nilai tambah sektor-sektor ekonomi, nilai tambah beberapa produk seperti beras, gula, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, kayu olahan, kayu lapis, dan beberapa produk lainnya, diperhitungkan bukan di dalam sektor per- tanian melainkan di dalam sektor industri.
II. KEADAAN DAN MASALAH A. PERTANIAN
1. Keadaan Pertanian
Bertitik tolak pada masalah-masalah pokok yang dihadapi sewaktu memasuki Repelita III, dan berdasarkan kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan pertanian yang digariskan da- lam Repelita III akan diuraikan berbagai hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pertanian.
a. Perkembangan Peningkatan Produksi Pangan.
Produksi hasil-hasil pertanian terpenting selama Repelita III secara keseluruhan menunjukkan perkembangan yang cukup
baik, seperti tampak pada Tabel 9 - 1.
Selama Repelita III peningkatan produksi beras setiap ta- hun adalah 6,1%. Meningkatnya produksi beras ini terutama disebabkan oleh meningkatnya hasil rata-rata beras per ha. Peningkatan tersebut antara lain diwujudkan oleh diselenggara-kannya Intensifikasi Khusus (Insus) dan Operasi Khusus (Opsus).
Peranan Insus dan Opsus tersebut menyebabkan penggunaan benih Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW), penggunaan pupuk dan penggunaan pestisida menjadi bertambah tinggi dan meluas.
Hasil rata-rata beras per ha pada akhir Repelita II sebesar 1,96 ton, pada akhir Repelita III menjadi 2,57 ton atau rata-rata setiap tahunnya meningkat sebesar 7%.
Produksi palawija baik jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah selama Repelita III menunjukkan kenaikan. Kenai- kan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya luas panen.
Selama Repelita III, produksi perikanan mengalami peningkatan 5,3% setiap tahun, dengan kenaikan produksi perikanan laut dan darat masing-masing sebesar 5,2% dan 5,6% setiap ta- hun. Meningkatnya produksi perikanan laut terutama berasal dari hasil-hasil usaha motorisasi perikanan rakyat dan berkembangnya perusahaan-perusahaan perikanan besar yang mengguna- kan alat-alat penangkapan ikan modern. Sedangkan peningkatan produksi perikanan darat terutama bersumber dari hasil usaha intensifikasi budi daya tambak.
Produksi daging, telur dan susu juga mengalami peningkat- an, tanpa penurunan populasi ternak. Produksi daging setiap tahun naik 7,3%, telur 17,4% dan susu 17,2%. Naiknya produksi
TABEL 9 - 1
PRODUKSI BEB0RAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING,
| | 1978 - 1983 (ribu ton) | . | | | |
Jenis hasil | 1978 | 1979 | 1980 | 19811) | 19822) | 19835) | Kenaikan |
1. Boras 7) | 17.525 | 17.872 | 20.163 | 22.286 | 23.191 | 23.462 | 6,1 |
2. Jagung | 4.029 | 3.606 | 3.991 | 4.509 | 3.207 | 5.180 | 9,2 |
3. Ubi kayo | 12.902 | 13.751 | 13.726 | 13.301 | 12.676 | 13.219 | 0,6 |
4. Ubi jalar | 2.083 | 2.194 | 2.079 | 2.094 | 1.897 | 2.231 | 1,8 |
5. Kedelai | 617 | 680 | 653 | 704 | 513 | 580 | 0 |
6. Kacang tanah | 446 | 424 | 470 | 475 | 434 | 477 | 1,6 |
7. Ikan laut | 1.227 | 1.318 | 1.395 | 1.408 | 1.490 | 1.527,7 | 5,2 |
8. Ikan darat | 420 | 430 | 455 | 506 | 530 | 552,2 | 5,6 |
9. Daging | 475 | 486 | 571 | 596 | 629 | 671 | 7,3 |
10. Telur | 151 | 164 | 259 | 275 | 297 | 316 | 17,4 |
11. Susu 3) | 62 | 72 | 78 | 86 | 117 | 135 | 17,2 |
12. Karet | 884 | 898 | 1.002 | 1.046 | 861 | 1.01.7 | 3,6 |
13. Kelapa sawit/minyak 7) | 532 | 642 | 701 | 748 | 874 | 972 | 12,9 |
14. Kelapa/kopra | 1.575 | 1.582 | 1.759 | 1.812 | 1.736 | 1.628 | 0,8 |
15. Intl sawit | 94 | 108 | 126 | 135 | 146 | 165 | 11,9 |
16. Kopi | 223 | 228 | 285 | 295 | 266 | 234 | 1,8 |
17. T e h | 91 | 125 | 106 | 110 | 92 | 111 | 6,0 |
18. Cengkeh | 21,2 | 35,2 | 39,2 | 40,2 | 31 | 32 | 12,1 |
19. Lada | 46 | 47 | 37 | 39 | 38 | 32 | -6,4 |
20. Tembakau | 81 | 87 | 116 | 118 | 117 | 122 | 9,2 |
21. Gula tebu 7) | 1.516 | 1.601 | 1.831 | 1.700 | 1.861 | 2.164 | 7,7 |
22. Kapas | 0,5 | 0,6 | 6 | 10 | 19,8 | 7,0 | 204,0 |
23. Kayu bulat4) | 31.094 | 29.509 | 25.818 | 23.332 | 22.748 | 26.480 | -2,7 |
24. Kayu olahan 6) 7) | 7.000 | 9.286 | 10.644 | 12.978 | 13.596 | 15.890 | 14,5 |
25. Kayu lapis 6) 7) | 975 | 1.435 | 2.332 | 3.963 | 6.020 | 7.590 | 52,6 |
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Dalam juta liter 4) Dalam ribu m3 5) Angka ramalan. Untuk padi/beras dan palawija ramalan III 6) Dalam ribu m3 r.e. (round wood equivalent). 7) Dalam perhitungan laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, nilai tambah produk ini diperhitungkan di dalam sektor industri. | | | |

daging dan telur ayam antara lain disebabkan oleh perkemba-ng an yang pesat dari perusahaan-perusahaan besar peternakan. Sedangkan naiknya produksi susu sebagai akibat bertambahnya populasi sapi perah. Pada tahun-tahun selama Repelita II, meningkatnya produksi daging mengakibatkan menurunnya populasi ternak, sedangkan pada Repelita III meskipun produksi daging terns meningkat, populasi ternak tidak menurun karena impor bibit ternak.
Produksi perkebunan selama Repelita III rata-rata setiap tahun juga menunjukkan kenaikan. Minyak kelapa sawit setiap tahun naik 12,9%, inti sawit 11,9%, teh 6%, gula tebu 7,7% dan kopi 1,8%. Peningkatan produksi gula tebu telah berhasil menurunkan kebutuhan impor gula pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Peningkatan produksi hasil-hasil perkebunan ter- sebut merupakan hasil perluasan areal dan peningkatan produktivitas, terutama dari hasil perkebunan-perkebunan besar.
b. Perkembangan Hasil-hasil Pertanian Untuk Bahan Indus- tri dan Untuk Ekspor.
Hasil-hasil pertanian untuk bahan industri dalam negeri maupun untuk ekspor terdiri dari kelompok bahan makanan dan minuman baik hasil tanaman pangan, perikanan, peternakan mau- pun perkebunan, dan kelompok bukan bahan makanan, terutama hasil dari perkebunan seperti karet dan hasil peternakan se- perti kulit.
Sebagaimana telah ditunjuk kan pada Tabel 9 - 1, di antara produksi hasil pertanian untuk bahan industri dalam negeri dan untuk ekspor, hanya lada yang mengalami penurunan produk- si.
Ekspor hasil-hasil pertanian selama Repelita III kurang memberikan perkembangan yang cukup baik, hal ini karena ada- nya resesi ekonomi dunia yang, membuat lemahnya permintaan akan komoditi ekspor hasil-hasil pertanian pada tahun-tahun terakhir Repelita III.
Meskipun produksi kayu bulat mengalami penurunan dalam Repelita III, produksi kayu olahan dalam waktu yang sama bah- kan meningkat dengan 14,5% per tahun dan kayu lapis meningkat dengan 52,6% per tahun.
c. Pelestarian Sumber Daya Alam
Dalam rangka usaha pemulihan tanah kritis serta pengem- bangan hutan rakyat yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan bahan bakar di daerah pedesaan, usaha-usaha reboisasi dan penghijauan dalam Repelita III telah ditingkatkan. Di samping itu, penetapan sebagai daerah asal transmigran pada daerah- daerah ber bukit-bukit di Jawa yang mempunyai daya dukung alam yang semakin merosot karena pertambahan penduduknya, merupa- kan usaha-usaha tidak langsung terhadap pelestarian sumber daya alam. Dengan demikian usaha-usaha intensifikasi dan diversifikasi pada lahan-lahan kering dalam rangka meningkat- kan produksi palawija dengan disertai pula usaha sengkedan merupakan salah satu cara lain untuk melestarikan sumber daya alam, dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani-petani la- han kering.
Selama Repelita III, penghijauan di lahan milik petani meliputi areal seluas 645 ribu ha, reboisasi seluas 700 ribu ha dan rehabilitasi areal bekas tebangan seluas 272 ribu ha.
Di samping usaha pemulihan kelestarian sumber daya alam seperti tersebut di atas, juga usaha-usaha perlindungan hutan
dan pelestarian alam telah mendapat perhatian yang besar. Sampai dengan akhir Repelita III, kawasan konservasi sumber daya alam telah mencapai luas 12,2 juta ha yang berupa suaka margasatwa, cagar alam, taman burung, taman wisata, taman laut dan taman nasional. Taman nasional yang telah ditetapkan dan telah mulai dikembangkan dalam Repelita III adalah seba-nyak 16 lokasi dengan luas seluruhnya 4,48 juta ha. Di sam- ping itu juga telah ditetapkan 30,4 juta ha hutan lindung sebagai pengatur tata air, pencegah bahaya banjir dan erosi, untuk mempertahankan kesuburan tanah, dan keseimbangan lingkungan hidup.
d. Pendapatan Petani/Nelayan, Perluasan Kesempatan Kerja serta Pemasaran Hasil dan Sarana Pertanian.
Tujuan pembangunan pertanian bukan saja untuk meningkat- kan produksi pertanian pangan dan meningkatkan ekspor, melainkan juga untuk meningkatkan pendapatan sebagian terbesar rakyat dalam rangka peningkatan harkat dan martabat rakyat pedesaan yang mata pencaharian utamanya adalah dari kegiatan pertanian. Usaha peningkatan produksi pertanian yang dilaksanakan melalui program intensifikasi, perluasan areal serta rehabilitasi dan peremajaan tanaman tahunan dengan penerapan sistem perkebunan inti rakyat, juga akan meningkatkan pendapatan petani di samping memperluas kesempatan kerja di daerah pedesaan.
Fluktuasi harga padi dan beras, harga dari sarana produk- si seperti pupuk dan pestisida tidak setinggi yang pernah dialami pada tahun-tahun sebelum Repelita III. Pemasaran hasilbasil produksi pertanian seperti padi dan beras sudah dapat ditanggulangi dengan dikembangkannya Koperasi Unit Desa. Wa‑
laupun demikian fluktuasi harga yang tinggi bagi hasil pertanian lainnya, seperti hasil palawija dan hortikultura, sam-pai dewasa ini belum sepenuhnya dapat diatasi.
e. Prasarana dan Lembaga Pertanian.
Prasarana dan lembaga pertanian sangat penting peranannya dalam menunjang pembangunan pertanian. Usaha-usaha untuk menyempurnakan prasarana dan kelembagaan pertanian, yang sudah dimulai sejak Repelita I, dan selama Repelita III terus ditingkatkan.
Jumlah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) ditingkatkan dari sebanyak 167 unit pada akhir Repelita II, menjadi 1.321 unit pada tahun keempat Repelita III. Dengan penambahan jumlah BPP tersebut penyelenggaraan kursus tani, petak percontohan, usa- ha pertanian percontohan dapat dilaksanakan secara lebih teratur. Di samping melalui penyuluhan-penyuluhan lapangan, siaran-siaran pertanian melalui media massa telah ditingkatkan pula. Demikian pula Penyuluh Pertanian Lapangan yang pada akhir Repelita II berjumlah 8.311 orang, dewasa ini telah mencapai 13.353 orang. Dalam Repelita III telah ada penyuluh Pertanian Madya yang jumlahnya pada akhir Repelita III telah mencapai 2.684 orang. Penyuluh Pertanian Spesialis jumlahnya meningkat dari 300 orang, pada akhir Repelita II menjadi 567 orang pada tahun keempat Repelita III. Jumlah prasarana dan tenaga penyuluh peternakan juga telah ditingkatkan. Sampai tahun terakhir Repelita III jumlah laboratorium diagnostik telah mencapai 312 unit, sedangkan pada akhir Repelita II ba- ru mencapai 205 unit. Tenaga Penyuluh Peternakan Spesialis telah ditambah dari 293 orang pada akhir Repelita II menjadi 368 orang, tenaga Penyuluh Peternakan Lapangan dan demonstra‑
tor dari 463 orang menjadi sejumlah 936 orang dan tenaga vaksinator dari 1.025 orang menjadi sebanyak 1.130 orang. Dalam usaha menunjang peningkatan usaha perikanan rakyat terutama dalam memasarkan produksi nelayan telah dibangun dan direhabilitasi sejumlah pelabuhan perikanan. Sampai dengan akhir Repelita III telah dibangun pelabuhan perikanan sebanyak 24 buah dan Pangkalan Pendaratan Ikan sebanyak 147 buah, sedang-kan selama Repelita II Pelabuhan Perikanan baru yang dibangun adalah sebanyak 17 buah dan Pangkalan Pendaratan Ikan seba- nyak 133 buah .
Guna mendukung usaha pemantapan pemasaran hasil-hasil pertanian khususnya di daerah pedesaan, Koperasi Unit Desa telah membangun gudang pangan. Dengan adanya gudang-gudang pangan tersebut, penyaluran hasil-hasil pertanian khususnya beras menjadi lebih efisien. Di samping itu KUD membeli atau menampung tebu dari para petani, khususnya para petani yang melaksanakan intensifikasi tebu dalam rangka Tebu Rakyat Intensifikasi.
Peningkatan pembangunan prasarana jalan terutama jalan- jalan desa dan kabupaten telah memperlancar pemasaran hasilhasil pertanian ke pasaran umum dan menunjang peningkatan produksi pertanian. Di daerah-daerah terpencil telah dibangun jalan-jalan penunjang bantuan Inpres yang tujuannya juga un- tuk memperlancar jaringan tata niaga hasil pertanian.
2. Masalah-masalah Pokok Pertanian
Meskipun selama Repelita III sudah banyak sasaran-sasaran dari pembangunan pertanian yang telah dicapai, namun masih terdapat masalah-masalah yang dalam Repelita III belum dapat sepenuhnya dipecahkan. Di samping itu, dalam kurun waktu yang
407
sama timbul pula masalah-masalah baru yang perlu memperoleh penanganan.
Masalah-masalah pokok pertanian dewasa ini meliputi: (1) mempertahankan peningkatan produksi beras dan peningkatan produksi pangan lainnya; (2) peningkatan produksi hasil-hasil pertanian dalam menunjang industri, ekspor, dan substitusi impor; (3) kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hi- dup;(4) pemasaran hasil dan sarana produksi; (5) ketenaga kerjaan di sub sektor pertanian; (6) kelembagaan.
a. Masalah Mempertahankan Peningkatan Produksi Beras dan Peningkatan Produksi Pangan Lainnya.
Dengan meningkatnya produksi beras rata-rata per tahun sebesar 6,1% dalam Repelita III, sasaran Repelita III telah dilampaui pada tahun ketiga Repelita III. Peningkatan produk- si beras ini terutama disebabkan oleh dilaksanakannya Intensifikasi Khusus (Insus) dan Operasi Khusus (Opsus) yang mulai diperkenalkan masing-masing pada Musim Tanam 1979 dan 1980/81.
Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mempertahankan ha- sil-hasil yang telah dicapai tersebut di samping meningkatkan intensifikasi lahan kering dalam rangka peningkatan produksi palawija dan hortikultura yang sampai saat ini belum menun- jukkan hasil-hasil yang memuaskan. Sedangkan Opsus yang jangkauannya adalah wilayah-wilayah yang selama ini terisolir te- tapi memiliki potensi produksi pangan yang cukup tinggi masih harus diperluas tanpa harus mengabaikan usaha-usaha peningka- tan produksi palawija dan hortikultura, terutama di lahan kering.
Di samping padi, produksi palawija dan hortikultura mem- punyai peranan penting sebagai sumber bahan makanan dan seba‑
gai sumber pendapatan petani, terutama petani-petani di lahan kering dan wilayah yang tidak terkena jangkauan jaringan iri-gasi. Usaha peningkatan produksi palawija dalam memantapkan swasembada pangan, menghadapi masalah teknis agronomis, distribusi dan pemasaran. Dalam hal ini, pelayanan angkutan dan sistem tata niaga sangat diperlukan guna merangsang petani dalam usaha meningkatkan produksinya.
Dalam hal produksi hasil-hasil peternakan, permasalahan- nya berkisar pada terbatasnya penyediaan makanan hijauan, kualitas dan kuantitas bibit ternak, penyaluran dan harga sa- rana produksi serta masalah penanganan pasca panen.
Dalam hal perikanan, masalah kelestarian sumber daya ha- yati terutama pada perairan pantai yang ber penduduk padat se- perti pantai utara Jawa, pantai Selat Malaka dan pantai barat Sulawesi Selatan sudah mulai kritis. Di lain pihak terdapat beberapa wilayah perairan yang sumber daya hayatinya baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan.
b. Masalah Peningkatan Produksi Hasil-hasil Pertanian dalam Menunjang Industri, Ekspor dan Substitusi Impor.
Pengembangan industri pertanian akan mempertinggi nilai tambah dan mutu komoditi ekspor hasil pertanian. Masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah bahwa barang ekspor hasil per-tanian tersebut masih terbatas pada jenis komoditi tertentu, seperti; karet, minyak kelapa sawit, teh, ikan dan udang.
Di samping itu karena terbatasnya permodalan, dan kurang- nya ketrampilan dan pengetahuan para produsen dalam penangan- an pasca panen, mutu hasil komoditi pertanian ekspor yang di‑
pasarkan tersebut kurang memadai. Sarana pengangkutan yang kurang dan tingginya biaya pengangkutan menyebabkan tingginya biaya pemasaran. Dengan demikian komoditi-komoditi tersebut kurang dapat bersaing di luar negeri.
Permasalahan yang masih belum terpecahkan dalam rangka usaha peningkatan produksi kehutanan adalah pengendalian pengusahaan dan pengamanan hutan yang belum efektif yang erat sekali kaitannya dengan usaha menjaga kelestarian alam.
c. Masalah Kelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Masalah gangguan kelestarian sumber daya alam dan ling-kungan hidup semakin meluas sehingga mempengaruhi pembangunan pertanian. Masalah tersebut disebabkan antara lain oleh pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan industri yang kurang terkendali. Bertambahnya jumlah penduduk di daerah pedesaan menyebabkan sempitnya luas usaha tani yang mengakibat-kan penggunaan lahan pertanian yang tidak seimbang dengan da- ya dukung alamnya, sehingga menimbulkan erosi yang bertambah besar.
Daerah hutan yang berdekatan dengan daerah pemukiman penduduk sering pula terganggu kelestariannya karena adanya penebangan-penebangan hutan, baik secara liar maupun setengah liar. Demikian pula penebangan kayu hutan oleh para pengusaha hutan yang dilakukan tanpa mengikuti teknik penebangan yang sudah digariskan, dan penanaman kembali yang tidak teratur masih saja terjadi.
Penangkapan ikan yang semena-mena dapat mengakibatkan pula timbulnya "over fishing". Di samping itu penggunaan pera- latan seperti bahan peledak, racun dan listrik serta penggu‑
naan mata jaring yang terlalu kecil juga dapat merusak kelestarian sumber perikanan. Tambahan pula penebangan hutan bakau di pantai yang tidak terkendali dapat merusak tempat berpijak atau bertelurnya ikan dari perairan di dekatnya. Selanjutnya penggunaan obat pemberantas hama dan bahan pengawet yang intensif serta kurang sempurnanya pembuangan limbah industri, dan bahan buangan lainnya dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan biologis alam dan usaha-usaha perikanan di tam- bak, perairan umum dan di sawah.
Indonesia memang terkenal dengan flora dan faunanya yang beraneka ragam, tetapi perburuan satwa liar dan pengambilan tumbuhan liar yang semena-mena tanpa dibatasi akan menyebab- kan kepunahan satwa dan tumbuhan liar tersebut.
d. Masalah Pemasaran Hasil dan Sarana Produksi
Semakin meningkatnya produksi pertanian telah menimbulkan pula masalah pemasaran hasil dan sarana produksi pertanian. Konsistensi penanganan kedua hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesinambungan peningkatan produksi pertanian. Bagian yang diterima petani dari hasil pertanian yang dipasarkan masih tetap rendah sebagai akibat lemahnya posisi petani dalam pemasaran hasil. Rendahnya bagian harga yang diterima petani tersebut akan menghambat usaha peningkatan produksi dan peningkatan pendapatannya. Di samping itu masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi rendahnya bagian harga yang diterima petani seperti biaya pengangkutan yang tinggi, yang sekarang sebagian sudah dapat diatasi karena prasarana dan sarana angkutan yang lebih memadai dan telah berfungsinya KUD.
Dalam pemasaran hasil hutan khususnya kayu dan hasil-ha- sil pengolahannya masih belum dapat diatasi masalah tata nia- ga yang tidak efisien akibat adanya mata rantai tata niaga yang panjang. Dalam Repelita III masalah ini sudah mulai ditangani dengan diadakannya persiapan untuk membangun pusat perkayuan atau terminal kayu di pusat-pusat produksi dan konsumsi yang strategis.
e. Masalah Ketenaga Kerjaan di Sub Sektor Pertanian.
Masalah ketenaga-kerjaan di sub sektor pertanian, pada umumnya berkaitan erat dengan masalah-masalah kesenjangan kependudukan antara perkotaan dengan pedesaan serta perim- bangan kegiatan usaha antara sektor pertanian dengan sektorsektor lain seperti industri dan jasa-jasa.
Pengalihan tenaga kerja dari sub sektor pertanian yang sudah sangat padat ke sektor lain yang cukup produktif akan dapat mengatasi kelebihan tekanan tenaga kerja pertanian di daerah padat penduduk. Perkembangan industri rumah tangga dan kerajinan dan kegiatan perdagangan di pedesaan, di samping transmigrasi diharapkan dapat lebih meningkat lagi. Hal ini akan membantu memperluas lapangan kerja dan mengurangi tekanan penduduk di pedesaan.
Dalam pengusahaan hutan, penyerapan tenaga kerja Indone- sia, khususnya tenaga trampil dan ahli belum mencapai jumlah yang optimal. Pendidikan ketrampilan dan keahlian untuk bi- dang kerja pengusahaan hutan akan ditingkatkan agar dapat membantu peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut.
f. Masalah Kelembagaan
Faktor kelembagaan turut menentukan keberhasilan pemba-ngunan di sektor pertanian. Lembaga-lembaga pelayanan masya-rakat seperti lembaga penyuluhan akan dapat lebih berfungsi jika didorong oleh lembaga ekonomi seperti perbankan, KUD dan lembaga-lembaga pemasaran.
Aparatur dan kelembagaan di sektor pertanian yang diba- ngun oleh Pemerintah sudah jauh lebih baik dari pada aparatur dan kelembagaan di sektor lainnya di pedesaan. Ketidak seimbangan dalam perkembangan kelembagaan dari berbagai sektor di daerah pedesaan akan menghambat efektivitas dari lembaga-lem-baga yang sudah ada dan sudah berkembang. Karena itu koordi- nasi yang lebih baik di antara lembaga-lembaga pelayanan yang sudah ada dan juga gerak dan langkah yang serasi antara lem-baga-lembaga pelayanan dengan lembaga-lembaga ekonomi di dae- rah pedesaan merupakan masalah yang memerlukan perhatian da- lam Repelita IV.
Kelompok tani/nelayan merupakan media penyuluhan yang efektif, yang dapat membantu tugas dan fungsi lembaga pela- yanan milik pemerintah. Pembentukan kelompok-kelompok tani selain merupakan sarana penyuluhan, juga merupakan persiapan untuk berkoperasi.
B. PENGAIRAN
1. Keadaan Pengairan
Pembangunan pengairan selama Repelita III yang juga merupakan kelanjutan Repelita-Repelita sebelumnya ditujukan ter‑
utama untuk menunjang peningkatan produksi pangan, di samping menunjang kegiatan pembangunan sektor lain seperti penyediaan air baku untuk rumah tangga, industri dan kelistrikan, serta pengamanan areal produksi dan pemukiman dari bahaya banjir. Usaha-usaha tersebut dilaksanakan melalui perbaikan dan peningkatan kemampuan jaringan irigasi, pembangunan irigasi baru, pengembangan lahan rawa dan rawa pasang surut untuk mendukung perluasan lahan pertanian, serta usaha pengaturan dan pengamanan sungai dan gunung berapi untuk pengendalian banjir.
Kegiatan perbaikan dan peningkatan jaringan irigasi sela-ma Repelita III mencakup areal seluas 407.531 ha. Selama Repelita I dan II hasil dari kegiatan perbaikan dan peningkatan jaringan irigasi mencapai seluas 1,4 juta ha. Dengan demiki- an selama tiga Repelita kegiatan tersebut sudah mencapai luas 1,8 juta ha yang sebagian besar dilaksanakan di pulau Jawa, Lampung, Sulawesi Selatan dan beberapa propinsi lainnya. Da-lam periode yang sama pelaksanaan pembangunan jaringan irigasi baru memberi tambahan areal pertanian yang memiliki fasilitas irigasi seluas 482.525 ha, yang sebelumnya merupakan lahan sawah tadah hujan atau lahan pertanian baru yang memerlukan pencetakan sawah. Selama Repelita III sawah yang dapat di cetak seluas sekitar 170.000 ha.
Untuk memanfaatkan prasarana irigasi yang ada secara optimal melalui pembagian air yang lebih baik dan merata sesuai kebutuhan dan pola tanam, dilaksanakan rehabilitasi dan pembangunan jaringan tersier seluas 1.853.619 ha, yang jauh le-bih luas dari sasaran dalam Repelita III yaitu seluas 600.000 ha. Pencapaian kegiatan tersebut yang jauh lebih luas dari sasaran semula karena tidak hanya dalam rangka melengkapi ha‑
sil pelaksanaan perbaikan irigasi dan pembangunan irigasi ba-ru selama Repelita III tetapi juga melengkapi dan menyempurnakan hasil-hasil pelaksanaan Repelita-Repelita sebelumnya. Bersamaan dengan itu dilaksanakan pula pembentukan serta pembinaan organisasi petani pemakai air guna meningkatkan kemampuan dan kesadaran para petani dalam pengelolaan dan pemeliharaan prasarana irigasi secara optimal di tingkat usaha tani.
Usaha memanfaatkan lahan rawa baik rawa pasang surut mau-pun bukan pasang surut, untuk pertanian sekaligus dikaitkan dengan program transmigrasi. Selama Repelita III telah dapat direklamasi rawa pasang surut dan rawa bukan pasang surut seluas 465.286 ha, sekitar dua per tiga diantaranya merupakan lahan potensial untuk pertanian. Untuk mengamankan daerah pemukiman dan pusat-pusat produksi dari ancaman bencana banjir dan lahar gunung berapi dilaksanakan kegiatan pengaturan, pengamanan sungai, pembuatan sistem drainase pencegah genangan air, serta pembuatan "check dam" dan kantong lahar, yang sekaligus dikaitkan pula dengan pengembangan pemanfaatan sungai yang mencakup seluas 710.188 ha.
Bersamaan dengan kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan pembangunan waduk-waduk guna menanggulangi kekurangan air pa-da musim kemarau yang antara lain dikaitkan pula dengan kegiatan sektor lain seperti kelistrikan, serta pengendalian banjir. Waduk besar yang sudah diselesaikan antara lain waduk serbaguna Gajah Mungkur di Wonogiri Jawa Tengah, waduk Widas di Jawa Timur, waduk Way Rarem di Lampung dan Batu Jai di Lombok.
Usaha pemanfaatan air tanah di daerah-daerah kering dan langka air permukaan guna kebutuhan pertanian dan rumah tangga
415
telah dikembangkan di berbagai tempat di Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara.
Dalam mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut serta mempersiapkan pembangunan-pembangunan pengairan pada waktu-waktu yang akan datang dilaksanakan berbagai kegiatan penelitian, penyelidikan dan perencanaan antara lain: (1) menyusun pola pengembangan dan pemanfaatan sumber-sumber air; (2) pemasangan dan observasi serta analisa data instalasi jaringan hidrologi dan hidrometri; (3) penelitian aspek hidro- lika bangunan air, sedimentasi, ekosistem lingkungan tata air, serta monitoring dan pengendalian kualitas air.
2. Masalah-masalah Pokok Pengairan
Selama periode pelaksanaan Repelita III beberapa permasalahan yang timbul dan yang belum sepenuhnya dapat ditanggula- ngi, yang akan menjadi perhatian dalam Repelita IV, diantara- nya adalah: (1) perluasan jaringan irigasi dalam rangka per-luasan lahan pertanian belum dapat diikuti sepenuhnya oleh kegiatan pencetakan sawah karena berbagai sebab, mengakibat- kan sebagian prasarana irigasi belum dapat dimanfaatkan; (2) eksploitasi dan pemeliharaan prasarana irigasi yang memadai sangat diperlukan untuk menjaga tetap berfungsinya prasarana irigasi sesuai dengan masa pelayanan yang direncanakan. Dalam hubungan ini diusahakan agar penggunaan dana eksploitasi dan pemeliharaan yang terbatas jumlahnya dapat lebih efektif di-sertai peningkatan peranserta yang lebih aktif dari masyara- kat pemakai air; (3) kriteria yang menyangkut berbagai persyaratan teknis dan non teknis dalam pemilihan lokasi yang merupakan kendala pelaksanaan pembangunan seperti status
lahan, kondisi lahan untuk pertanian, tersedianya tenaga pe-tani untuk pemanfaatan irigasi, serta hal-hal lain yang menyangkut keterpaduan dengan berbagai kegiatan lainnya; (4) usaha-usaha pemanfaatan sumber-sumber air untuk kepentingan berbagai sektor pembangunan masih belum sepenuhnya dapat direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu. Dalam pada itu upaya penyediaan air dihadapkan kepada masalah-masalah keterbatasan potensi sumber air dan semakin meningkatnya kebutuhan air untuk berbagai sektor pembangunan.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
A. PERTANIAN
Pembangunan pertanian dalam Repelita IV merupakan kelanjutan dan peningkatan dari pembangunan pertanian dalam Repe-lita III. Dalam hubungan ini, pertama-tama akan diusahakan memecahkan masalah-masalah yang dalam Repelita III telah ditangani tetapi belum dapat sepenuhnya dipecahkan, dan masa- lah-masalah baru yang timbul dalam proses pembangunan. Dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan keserasian dan keseim-bangan pembangunan di sub sektor pertanian, perhatian utama akan diarahkan untuk meningkatkan pembangunan pada unsur-un- sur yang relatif masih ketinggalan seperti dalam pembangunan pertanian tanaman pangan, di samping terus meningkatkan produksi padi. Dalam hubungan ini perhatian utama akan diarahkan pada peningkatan produksi palawija dan hortikultura di lahanlahan kering. Dalam perikanan, di samping memanfaatkan per-airan pantai, perhatian utama akan ditujukan pula untuk pemanfaatan perairan di dalam Zona Ekonomi Eksklusif.
417
Dengan peningkatan berbagai komoditi pangan, baik sumber karbohidrat maupun protein nabati dan hewani, diusahakan pula tercapainya penganekaragaman konsumsi yang makin seimbang dan serasi. Kesemuanya akan dilaksanakan secara terpadu untuk mencapai tujuan akhir, yaitu meningkatkan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan lahir dan bathin yang adil dan merata se- suai dengan sasaran-sasaran pembangunan yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.
Sesuai dengan kemampuan yang sudah ada, dan potensi dari sumber daya alam, dan sumber daya manusia serta teknologi yang tersedia, pembangunan pertanian yang merupakan titik be- rat dalam pembangunan ekonomi, bertujuan : (1) memantapkan swasembada pangan agar pangan cukup tersedia dan tersebar merata dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak; (2) meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan industri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, baik komoditi ekspor tradisional maupun komoditi ekspor yang baru yang harus dikembangkan serta peningkatan produksi komoditikomoditi yang masih di impor; (3) memperluas kesempatan kerja di sub sektor pertanian sejalan dengan usaha peningkatan kemampuan teknologi yang padat karya, yang mudah diserap, diterapkan dan dipelihara dalam pemanfaatan sumber daya alam de- ngan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya ser- ta lingkungan hidupnya. Usaha memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha tani dilakukan pula melalui program transmigrasi dan pemukiman kembali; (4) mendorong pemerataan kesempatan berusaha di antara para petani, nelayan, pekebun, peternak dengan meningkatkan penyuluhan dan latihan, penye- baran sarana produksi, perkreditan, informasi pasar dan per‑
baikan prasarana perhubungan dan komunikasi; (5) mendorong perusahaan-perusahaan pertanian yang besar agar membantu pengembangan usaha pertanian rakyat dengan sistem perusahaan inti rakyat baik dalam teknologi pertaniannya, penyediaan sa- rana bibit/benih yang unggul dan baik, pengolahan maupun pemasaran hasilnya. Perluasan usaha pertanian dengan memanfaat- kan daerah-daerah padang alang-alang dengan sistem perusahaan inti rakyat, sekaligus merupakan usaha memulihkan kembali kesuburan tanah. Khusus dalam perikanan perluasan usaha dikait- kan dengan pemanfaatan Zona Ekonomi Eksklusif.
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dikaitkan dengan usaha-usaha pengelolaan kelestarian sumber daya alam. Kegiatan-kegiatan pengelolaan kelestarian sumber daya alam serta lingkungan hi- dup, meliputi usaha-usaha pengawetan sumber-sumber daya alam dan akibat sampingan penggunaan sumber-sumber daya yang bersangkutan pada lingkungan hidup baik terhadap sumber daya alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan hidup manusia. Usaha-usaha tersebut dilakukan baik dalam tata cara bertanam dan berusaha tani sengkedan dan sebagainya maupun dalam merehabilitasi tanah-tanah kritis (reboisasi dan penghijauan). Upaya rehabilitasi lahan kritis yang ada dan upaya pencegahan dan pengawasan timbulnya lahan kritis baru akan dilaksanakan secara seimbang. Upaya pelestarian alam dalam hubungannya de-ngan sumber daya alam laut, dilakukan dengan cara menetapkan kawasan konservasi sumber daya alam laut.
Pemanfaatan sumber daya alam untuk berbagai keperluan dilakukan atas dasar: (1) daya-guna dan hasil-guna yang optimum dalam batas-batas kelestarian yang mungkin dicapai; (2) tidak
419
mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem; dan (3) memberikan kemung-kinan untuk mempunyai pilihan penggunaan bagi pembangunan di masa depan.
Upaya untuk mengendalikan perladangan berpindah yang ba-nyak mengakibatkan kerugian terhadap pelestarian sumber daya alam yang sekaligus dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat peladang yang bersangkutan akan mendapat perhatian khusus. Di samping itu, pengawasan para pengusaha hutan dalam cara-cara penebangan yang baik dan pelaksanaan penanaman kem- bali hutan bekas tebangan dan areal KPH yang kurang produktif akan lebih ditingkatkan.
Dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut maka pembangunan pertanian akan dilakukan melalui intensifikasi, diversifika- si, rehabilitasi dan ekstensifikasi serta perencanaan, pengaturan dan pengawasan yang lebih baik. Baik usaha intensifika- si, diversifikasi maupun rehabilitasi dilakukan secara terpa- du dengan usaha-usaha pengadaan sarana produksi, pemasaran dan pengolahan hasil serta pengadaan kredit baik untuk produksi, pemasaran maupun pengolahannya, dengan mengikut serta-kan koperasi dan perusahaan-perusahaan agribisnis. Usaha ekstensifikasi dilakukan dalam rangka rehabilitasi lahan kritis atau pencegahan tumbuhnya lahan kritis baru, dan dilaksanakan terpadu dengan usaha transmigrasi atau permukiman baru dari peladang-peladang yang berpindah-pindah. Usaha intensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi dan ekstensifikasi dilaksanakan secara usaha terpadu dengan pembangunan daerah dan pedesaan. Pelaksanaan pembangunan pertanian tidak saja dilakukan di daerah yang mempunyai potensi tinggi tetapi juga di daerah‑
daerah yang rawan baik dari segi sosial ekonomi maupun ketahanan nasional, dan tidak saja di daerah dengan prasarana yang baik tetapi juga di daerah dengan prasarana yang belum sempurna.
Dengan memperhatikan pengelolaan kelestarian sumber daya alam, pemanfaatan sumber daya alam semaksimal mungkin dan perluasan kesempatan kerja, maka usaha-usaha pokok intensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang pa- da dasarnya sudah dimulai dalam Repelita I dan II serta ditingkatkan dan disempurnakan selama Repelita III akan dikembangkan dalam Repelita IV. Dalam kaitannya dengan usaha-usaha pemanfaatan tenaga kerja, khususnya di daerah padat penduduk akan dihindari penggunaan teknologi mekanik dalam proses pengolahan tanah. Kekurangan tenaga kerja dalam waktu-waktu tertentu diusahakan untuk dapat dipenuhi melalui penyaluran dan pemanfaatan tenaga kerja dari daerah yang berlebihan tenaga kerja. Akan diusahakan pula agar semua petani, peter-nak, petani kebun dan nelayan memperoleh kesempatan yang sama untuk melaksanakan intensifikasi tersebut. Sesuai dengan yang telah dilaksanakan dalam Repelita III, usaha-usaha intensifikasi akan dilakukan di semua sub sektor pertanian. Usaha intensifikasi dalam bidang kehutanan terutama diarahkan pada intensifikasi pengolahan hasil-hasil hutan, pemanfaatan hasilhasil sampingan, intensifikasi dalam rehabilitasi dan pemulih- an bekas tebangan serta pembangunan hutan tanaman industri dan hutan serba guna.
Dalam rangka pemanfaatan lahan hutan untuk perluasan areal pertanian akan diperhatikan pencegahan pemborosan sumber daya alam hutan dengan cara mengarahkan ekstensifikasi pertanian
di lahan hutan yang tidak produktif, dan kayu bekas tebangan areal hutan yang akan di konversi secara berdaya guna dan berhasilguna.
Usaha memantapkan swasembada pangan dilakukan melalui peningkatan intensifikasi, diversifikasi dan ekstensifikasi, baik di lahan basah maupun di lahan kering. Penanganan terha- dap lahan kering yang selama ini masih belum ditangani secara mantap dalam Repelita IV akan memperoleh perhatian utama. Atas dasar itu, usaha intensifikasi, diversifikasi dan ekstensifikasi pada padi gogo, palawija, hortikultura, perkebun- an dan peternakan akan memperoleh perhatian utama. Di samping itu usaha intensifikasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk tujuan-tujuan produktif terutama ditujukan pada pekarangan milik petani kecil dan buruh tani. Peningkatan kegiatan-kegiatan tersebut selain untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja, juga bertujuan menunjang peningkatan penganekaragaman produksi pangan dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan dan perbaikan mutu makanan rakyat.
Peningkatan produksi perikanan dari hasil tambak dan perairan pantai dilaksanakan dalam rangka memperbaiki kehidupan nelayan serta memajukan desa pantai. Pengembangan perikanan lepas pantai diarahkan pada pengembangan perusahaan-perusaha- an perikanan dengan kapal-kapal penangkapan ikan ukuran be- sar, sekaligus dalam usaha pemanfaatan Zona Ekonomi Eksklusif.
Kelompok-kelompok tani yang dibina dalam rangka penyuluh- an pertanian akan diarahkan agar menjadi inti dari keanggota- an koperasi-koperasi unit desa. Sedangkan peranserta perusa-haan-perusahaan pertanian besar dalam mengembangkan usaha
pertanian rakyat akan ditingkatkan melalui pengembangan PIR serta pengembangan agribisnis, sekaligus menyempurnakan sis- tem pemasaran dalam pengumpulan hasil dan pengolahan hasil pertanian di mana KUD akan diikut sertakan.
Penggunaan tanah akan dikendalikan secara efektif sehing- ga sesuai dengan daya dukung dari sumber daya alamnya. Penggunaan tanah pertanian dengan prasarana irigasi untuk tujuantujuan non pertanian akan dibatasi. Penguasaan dan pemilikan tanah tanpa digunakan atau dimanfaatkan secara produktif dan tidak dipelihara akan ditertibkan. Pemilikan tanah dan pengalihan hak atas tanah yang mengarah pada perluasan pemilikan yang melebihi ketentuan yang berlaku atau pembagian tanah yang sangat kecil akan dicegah. Demikian pula pengalihan hak atas tanah untuk tujuan-tujuan spekulatif akan ditertibkan.
Dalam hubungan ini akan ditinjau kembali jangka berlaku- nya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Guna Usaha (HGU) sehingga dapat memberikan jaminan yang lebih mantap bagi peng-usaha yang akan melakukan investasi dalam bidang kehutanan, perkebunan, peternakan dan tanaman pangan. Areal Hak Pengusa-haan Hutan (HPH) akan dikembangkan menjadi unit-unit pengusa-haan hutan dengan pengelolaan intensif melalui perencanaan pengusahaan yang mantap. Selain itu akan dikembangkan pula Hak Pengusahaan Hutan Tanaman meliputi hak dan kewajiban membangun hutan tanaman, memelihara dan memungut hasilnya.
Dalam menunjang pembangunan pertanian akan ditingkatkan penyediaan berbagai sarana produksi pertanian dan pengolahan hasil-hasil pertanian akan ditingkatkan dengan mengembangkan usaha-usaha jasa dan agribisnis serta penyediaan dan kemudah- an kredit di daerah produksi. Dalam memenuhi kebutuhan akan
423
tenaga-tenaga trampil di bidang jasa dan agribisnis akan ditingkatkan pendidikan dan latihan-latihan tingkat rendah mau-pun menengah. Dalam rangka pemilihan teknologi tepat guna di bidang agribisnis, penelitian dalam bidang ini akan diting-katkan dan hasilnya disebar ke seluruh daerah dan masyarakat petani serta pengusaha-pengusaha agribisnis.
Dalam rangka usaha-usaha peningkatan produksi pertanian usaha-usaha pemerataan pertumbuhan ekonomi harus tetap dijaga agar serasi dan seimbang. Untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi Indonesia selama Repelita IV sebesar 5% per tahun, pertumbuhan produksi dari sektor pertanian sedikitnya harus mencapai peningkatan sebesar 3% per tahun.
Untuk memenuhi sasaran-sasaran tersebut diperlukan dana investasi yang cukup besar yang berasal dari tabungan Pemerintah dan swasta. Tabungan Pemerintah akan diarahkan penggunaannya terutama untuk kegiatan-kegiatan yang erat hubungan- nya dengan segi pemerataan. Peranan investasi dari dunia usa- ha swasta akan lebih didorong dari tahun-tahun yang sudah.
Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha di sektor pertanian, baik materi maupun prosedur perizinan akan disederhanakan. Demikian pula berbagai pungutan yang menyebabkan tingginya biaya produksi dan tata niaga, akan ditinjau kembali untuk dihapuskan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan terse- but diharapkan dapat memperlancar dan meningkatkan efisiensi pengembangan usaha di sektor pertanian.
Selanjutnya kebijaksanaan dan langkah-langkah untuk ma-sing-masing golongan komoditi pertanian akan diuraikan di ba-wah ini.
1. Tanaman Pangan
Dalam Repelita IV pembangunan produksi pertanian tanaman pangan akan lebih ditingkatkan dan lebih terpadu, serta sera- si dan sejalan dengan usaha memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Usaha intensifikasi akan dilakukan melalui langkah-lang- kah sebagai berikut: (a) memperluas dan meningkatkan mutu dan areal Intensifikasi Khusus (INSUS), (b) melaksanakan intensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi dengan Operasi Khusus (Opsus) pada lahan - lahan marginal dan daerah-daerah minus,
(c) memperluas dan meningkatkan mutu dan areal intensifikasi serta diversifikasi pada lahan tadah hujan dan lahan kering, memperluas dan meningkatkan mutu dan areal intensifikasi padi, palawija dan hortikultura pada daerah baru (hasil perluasan areal pencetakan sawah dan transmigrasi). Dalam menun-jang usaha-usaha tersebut akan dilakukan pengembangan hasil teknologi baru dan teknologi terapan dengan melaksanakan pengujian dan demonstrasi-demonstrasi. Usaha perluasan areal pertanian baru akan dilakukan pula melalui PIR tanaman pangan dengan mengikut sertakan perusahaan-perusahaan besar swasta nasional dalam pengembangan pertanian rakyat di sekitarnya.
Kegiatan pembukaan tanah-tanah pertanian baru dari lahan kering, terutama untuk komoditi hortikultura, palawija dan gogo, dan pembukaan areal perkebunan tanaman pangan khususnya perkebunan hortikultura dan palawija, baik dalam rangka pemukiman baru maupun transmigrasi akan ditingkatkan. Dalam hu-bungan ini sejak dimulainya pemukiman baru akan dipersiapkan pengadaan atau pembentukan catur sarana pertanian, seperti
lembaga-lembaga yang berfungsi menyediakan sarana produksi dan lembaga-lembaga desa lainnya.
Untuk daerah yang penyediaan tenaga kerjanya terbatas, penggunaan teknologi mekanis yang tepat guna akan dikembang- kan bukan saja dalam proses pembukaan tanah, tetapi juga da- lam usaha tani tanaman pangan komersial.
Dalam mendorong usaha perluasan tanah pertanian baru tersebut, pengembangan prasarana dan penataan kembali pengusaha- an dan penggunaan tanah mutlak diperlukan. Dalam hubungan ini salah satu kebijaksanaan yang akan ditempuh dalam Repelita IV adalah penyederhanaan memperoleh Hak Guna Usaha. Karena itu, baik perencanaan maupun pelaksanaannya akan dilaksanakan seca- ra terpadu dengan program-program sektor lain.
Pelaksanaan intensifikasi pada lahan kering baik pada tanaman palawija (jagung, ubi kayu, kedelai, kacang tanah) mau- pun pada sayuran (bawang merah dan putih, tomat, lombok, ken-tang) dan pada tanaman buah-buahan (jeruk, nanas, pisang) akan selalu dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi tanah dan air serta usaha-usaha penghijauan kembali. Pelaksanaan usahausaha tersebut juga diarahkan untuk meningkatkan produksi komoditi pangan yang masih diimpor (bawang merah dan putih), untuk di ekspor (kentang), dan mendukung agro industri/pengalengan (lombok, tomat, jeruk nanas) serta peningkatan gizi. Selain itu pada lahan kering akan dilaksanakan pula usaha diversifikasi sebagai pengaturan tanaman yang merupakan "tum- pang sari" antar tanaman kacang-kacangan dan atau sayuran yang berfungsi sebagai salah satu usaha konservasi tanah, penganekaragaman pola konsumsi pangan dan usaha perbaikan gizi. Dalam usaha melaksanakan rehabilitasi daerah kritis dan tanah
yang potensial kritis akan ditingkatkan dan dikembangkan sistem sengkedan dan "strip cropping" dengan tanaman pangan. Sedangkan dalam usaha-usaha penghijauan akan ditingkatkan penggunaan tanaman buah-buahan.
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam perlindungan tanaman untuk menyelamatkan produksi pangan adalah dengan memperluas dan meningkatkan mutu dan areal pengendalian hama terpadu dengan meningkatkan peranserta petani dan masyarakat.
Dalam hal ini, di samping penggunaan benih yang tahan terha- dap hama penyakit juga dilakukan pengaturan pergiliran tanam- an, serta penggunaan pestisida.
Untuk dapat mengamati secara cermat terhadap kemungkinan timbulnya serangan atau eksplosi hama dan penyakit, sistem dan sarana kegiatan pemberantasan hama dan penyakit akan disempurnakan. Brigade Proteksi Tanaman yang berfungsi sebagai unit penumpasan eksplosi hama dan penyakit akan disempurna- kan, khususnya di daerah-daerah yang sering mengalami se- rangan berat hama dan penyakit. Di samping itu, organisasi pemberantasan hama di antara para petani sendiri akan disempurnakan dan ditingkatkan sehingga dapat berfungsi lebih efektif.
Dalam rangka peningkatan produksi dan mutu palawija, di samping langkah-langkah untuk mendorong peningkatan intensifikasi, ekstensifikasi dan usaha diversifikasi akan diusaha- kan Pula perluasan pasar dan penanganan masalah-masalah pasca panennya. Peningkatan produksi palawija akan diprioritaskan pada jagung, ubikayu, kedelai dan kacang tanah. Peningkatan produksi sayuran-sayuran dan buah-buahan, akan lebih disesuai‑
427
kan dengan permintaan pasaran. Untuk memudahkan pemasaran hasil maka pemilihan lokasi produksi akan diprioritaskan pada daerah-daerah di sekitar kota besar yang merupakan konsumen sayur-sayuran dan buah-buahan terbanyak. Pemilihan lokasi tersebut disesuaikan pula dengan persyaratan-persyaratan teknologi tepat guna dan diserasikan dengan usaha-usaha penam- bahan pendapatan dari petani-petani kecil. Dalam hubungan ini akan dilaksanakan juga pengembangan teknologi makanan dan pengembangan industri pengolahan yang diintegrasikan dengan program sektor lain.
Untuk menunjang usaha-usaha tersebut, kegiatan penyuluhan akan ditingkatkan melalui pengembangan ketrampilan penyuluh. Di samping itu peranan kontak tani, wanita tani dan pemuda tani, yang telah mendapat bimbingan secara intensif dari penyuluh-penyuluh pertanian akan ditingkatkan pula. Untuk itu akan diadakan dan ditingkatkan kursus-kursus tani agar mereka dapat mengenal dan memanfaatkan teknologi baru di bidang pertanian, termasuk cara-cara penyimpanan dan pemanfaatan hasilhasil pertanian. Untuk meningkatkan daya-guna lahan dan tena- ga keluarga tani yang ada, dalam kaitannya dengan usaha perbaikan gizi keluarga, akan ditingkatkan pemanfaatan tanaman pekarangan, serta usaha peternakan dan perikanan keluarga, terutama bagi golongan petani kecil dan buruh tani.
Dalam rangka kegiatan penyuluhan oleh para Penyuluh Pertanian Lapangan, di antaranya dilaksanakan berbagai bentuk percontohan dan latihan bagi petani. Para Penyuluh Pertanian Spesialis akan melaksanakan berbagai pengujian untuk memperoleh hasil teknologi terapan yang sesuai dengan kondisi daerah kerjanya.
Usaha penyuluhan pertanian pangan akan dilakukan sama intensifnya, baik di daerah yang berpotensi tinggi maupun di daerah minus, ataupun daerah-daerah perluasan yang baru.
Kebutuhan benih/bibit akan dipenuhi secara optimal dengan tetap menyediakan fasilitas kelembagaannya dan meningkatkan peranan dari pada penangkar benih. Untuk menunjang usaha ini, usaha penelitian dalam memperoleh jenis unggul akan diting-katkan disertai usaha-usaha peningkatan pengawasan dan sertifikasinya. Balai-balai benih akan bertugas untuk mengindentifikasi dan mengembangkan benih varietas unggul yang sesuai dengan daerahnya serta untuk memprodusir benih unggul dari berbagai tanaman lain. Selanjutnya pengawasan mutu dan sertifikasi benih akan ditingkatkan dengan jalan pengembangan balai pengawasan dari sertifikasi benih.
Pengadaan dan penggunaan pupuk merupakan faktor yang sa- ngat menentukan hasil-hasil yang dapat dicapai dalam usaha peningkatan produksi dan pendapatan petani. Karena itu kegi-atan-kegiatan dalam rangka pengadaan dan penyaluran pupuk untuk petani akan lebih ditingkatkan agar para petani dapat menggunakan pupuk dengan optimal, baik secara teknis maupun ekonomis. Di samping pupuk buatan, penggunaan pupuk organis akan ditingkatkan melalui pemanfaatan kotoran ternak, sampah dan perluasan pemakaian pupuk hijau.
Penggunaan pestisida untuk usaha-usaha perlindungan ta- naman dan peningkatan ketahanan lingkungan dalam rangka menunjang produksi akan terus disempurnakan agar lebih efektif. Sistem pengadaan dan penyaluran pestisida juga akan disempurnakan dengan meningkatkan pengawasan terhadap peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida.
429
Pengembangan pengairan pedesaan akan terus dikembangkan melalui usaha-usaha penyuluhan khususnya dalam bidang pengelolaan air tingkat usaha tani serta memberikan bantuan dalam bidang survai dan design sekaligus meningkatkan pengembangan partisipasi para petani pemakai air.
2. Peternakan
Dalam Repelita IV usaha intensifikasi peternakan mencakup untuk semua jenis ternak. Usaha ini akan dilakukan dengan ca- ra Panca Usaha Ternak terutama di daerah-daerah sentra produksi, peningkatan jumlah dan mutu ternak yang sudah ada melalui impor bibit ternak, kawin suntik dan penyebaran pejan- tan unggul. Dalam hubungan ini akan ditingkatkan manajemen dan penyediaan makanan ternak, skala usaha peternakan dan kemampuan berproduksi melalui penyediaan kredit dan penyuluhan.
Dalam rangka peningkatan pengadaan bibit ternak, pusat- pusat pembibitan ternak untuk memproduksi bibit ternak unggul serta anak-anak dari bibit ternak unggul asal impor terus dikembangkan. Pada saat ini baru dapat dihasilkan semen beku untuk sapi dan kerbau. Dalam Repelita IV akan dikembangkan pula produksi dan penggunaan semen beku ternak lainnya.
Usaha diversifikasi peternakan ditujukan untuk menambah pendapatan dan kesempatan kerja dengan memanfaatkan tanah-ta-nah pekarangan dan tegalan serta limbah pertanian yang masih tersedia untuk aneka ternak yang produktif. Usaha tersebut akan dilakukan dengan cara penyediaan bibit aneka ternak, dan menggali serta memperkenalkan jenis-jenis ternak yang belum lazim tetapi mempunyai prospek yang baik. Penyediaan hijauan makanan ternak dalam rangka mengembangkan konsep hutan tegal-
an akan ditingkatkan pula terutama dalam usaha aneka ternak tersebut.
Usaha ekstensifikasi peternakan akan dikembangkan pada lahan padang alang-alang di luar Jawa dengan pembangunan la- han penggembalaan yang dikaitkan dengan usaha penyebaran peternakan dengan pola PIR. Usaha ini dikaitkan juga dengan pengembangan daerah-daerah transmigrasi, pemukiman kembali, serta perluasan areal tanaman pangan.
Usaha rehabilitasi dilakukan terhadap wilayah yang terke- na wabah penyakit menular atau bencana lain yang menyebabkan mundurnya kemampuan wilayah atau usaha keluarga, sehingga mereka bisa mengusahakan kembali peternakannya.
Dalam Repelita IV usaha untuk meningkatkan partisipasi pengusaha swasta dalam usaha peternakan akan ditingkatkan. Perusahaan peternakan komersial yang telah maju diharapkan dapat berfungsi sebagai inti atau pusat pembinaan dan pengembangan usaha peternakan di sekitarnya. Perusahaan skala besar diarahkan agar berfungsi sebagai sumber bibit dan teknologi peternakan, serta sumber makanan ternak bagi perkembangan peternakan rakyat di sekitarnya.
Penyediaan makanan ternak merupakan masalah dalam usaha pengembangan peternakan. Untuk mengatasi hal tersebut akan ditingkatkan pengembangan pembibitan hijauan makanan ternak. Perluasan penyebaran bibit hijauan di daerah-daerah akan dilakukan melalui balai pembibitan dan kebun penangkar bibit untuk kemudian disebarkan kepada petani peternak yang memerlukannya. Peningkatan penyediaan makanan ternak yang bergizi dengan memanfaatkan limbah basil pertanian yang tersedia dan
431
mudah diperoleh seperti jerami padi, jerami jagung, daun te-bu, jerami kacang tanah dan sebagainya akan dikembangkan dengan mendorong pengusaha-pengusaha agribisnis dalam mengusahakan industri-industri makanan ternak. Kelebihan dari kebutuhan dalam negeri akan hasil industri makanan ternak merupakan komoditi ekspor yang baik. Di samping itu penggunaan ha-sil palawija seperti jagung dan ubi kayu untuk makanan ter- nak konsentrat dapat mendorong usaha peningkatan produksi palawija.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit, pengadaan obat-obatan dan vaksin akan ditingkatkan terus melalui perbaikan/penyempurnaan sistem produksi dan pengembangan unit-unit produksi yang ada. Peranan perusahaan swasta dalam produksi obat-obatan dan vaksin diharapkan akan lebih meningkat.
Dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut penyuluhan kepada para petani akan ditingkatkan. Peningkatan penyuluhan terse-but akan dilaksanakan melalui peningkatan penyediaan sarana penyuluhan, penyelenggaraan petak-petak percontohan dan kegiatan kontak tani yang mendapat bimbingan secara intensif dari para penyuluh.
Selanjutnya untuk merangsang peternak agar lebih giat berproduksi, pembinaan pemasaran ternak serta pengadaan dan pemasaran sarana produksi serta lembaga-lembaga ekonomi desa, termasuk koperasi akan ditingkatkan.
Usaha pengembangan ternak potong seperti sapi dan kerbau akan ditempuh melalui intensifikasi dan peternakan inti rakyat. Usaha ini akan diadakan melalui perbaikan mutu melalui seleksi, kastrasi dan kawin suntik, pengamanan ternak dan pe‑
ngembangan kegiatan pembibitan ternak dan pembibitan hijauan makanan tenak unggul.
Di daerah-daerah yang jarang penduduk akan dikembangkan peternakan inti yang bersifat kecil dan menengah. Usaha peternakan inti ini dikaitkan dengan pengembangan perusahaan negara atau perusahaan pembibitan/pabrik makanan ternak atau industri pengolahan hasil, sehingga usaha peternakan inti tersebut dapat merupakan sumber bibit dan rerumputan unggul serta sumber teknologi bagi peternak di sekitarnya.
Komoditi ternak kecil seperti kambing, domba dan babi akan dikembangkan di daerah pedesaan yang relatif pemilikan tanahnya kecil. Pengembangan ternak kecil ini dilakukan de- ngan cara pendekatan usaha tani terpadu melalui kegiatan penyuluhan, perbaikan mutu ternak dan pengembangan sumber bi- bit, pengamanan ternak dan peningkatan pengadaan bahan makan- an ternak terutama hijauan makanan ternak. Dengan adanya usa- ha tersebut dapat merupakan usaha yang menguntungkan sebagai penambah penghasilan para petani kecil.
Peternakan ayam dengan skala menengah dan besar akan diarahkan usahanya sebagai peternakan inti, sehingga dapat merupakan perusahaan-perusahaan yang berfungsi sebagai sumber bi- bit ayam dan dapat turut serta mengadakan penyuluhan kepada peternak ayam rakyat di sekitarnya. Di samping itu, peternakan-peternakan inti diarahkan pula untuk merintis meningkat- kan ekspor ternak.
Usaha ekstensifikasi ternak unggas di daerah pedesaan di luar ruang lingkup peternakan inti akan ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan, perbaikan mutu ayam bukan ras ke arah
433
ayam pedaging dengan cara persilangan, vaksinasi massal dan upaya untuk membiasakan melakukan vaksinasi ayam secara rutin atas dasar swadaya dan dana dari masyarakat petani sendiri.
Untuk daerah-daerah pertanian yang cocok untuk pemeliharaan itik, akan dikembangkan peternakan itik.
Intensifikasi ternak perah sapi dan kambing akan dikembangkan dengan sistem panca usaha. Integrasi peternak produ- sen dengan industri pengolahan susu melalui koperasi merupa- kan langkah yang akan ditempuh dalam pengembangan usaha sapi perah.
Pembinaan dan peningkatan mutu sapi perah yang sudah ada akan dilakukan melalui kawin suntik, pembinaan penyediaan makanan ternak, khususnya hijauan makanan ternak, pembinaan manajemen dan pengawasan ternak dan hygiene susu.
Pengembangan aneka ternak seperti kelinci, burung dara, kalkun, angsa dan burung puyuh, akan dilanjutkan dalam Repe-lita IV dalam rangka menunjang peningkatan gizi dan penda- patan masyarakat pedesaan yang tergolong miskin.
3. Perikanan
Pembangunan perikanan dalam Repelita IV akan tetap diarah-kan guna peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan, perbaik- an gizi rakyat dan peningkatan ekspor dengan tetap mempertahankan kelestarian sumber serta memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif.
Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan/petani ikan dengan meningkatkan produktivitas- nya memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Ha‑
sil dari peningkatan produksi ini, di samping memenuhi kebu-tuhan protein hewani, juga untuk meningkatkan devisa negara melalui peningkatan ekspor dan penekanan impor.
Dalam menunjang usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi akan ditingkatkan pengadaan sa- rana pemasaran perikanan serta prasarana-prasarana pelabuhan perikanan dan jaringan irigasi untuk pertambakan. Usaha intensifikasi diarahkan untuk mencapai produktivitas yang optimal, dengan memperhatikan sumber daya perikanan. Ekstensifikasi diarahkan untuk memperlancar usaha penangkapan di wilayah perairan pantai dan lepas pantai serta samudera yang potensi sumbernya masih tinggi. Diversifikasi usaha perikanan di perairan pantai dilakukan dengan jalan modernisasi peralatan penangkapan secara bertahap yang dikembangkan melalui kopera- si nelayan dalam rangka pengembangan desa pantai.
Ekstensifikasi budi daya ikan diarahkan pada komoditi yang mempunyai pemasaran yang baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam rangka memperbaiki gizi masyarakat akan dikembangkan usaha aneka ikan, dan ikan yang harganya terjang-kau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Pembinaan pemasaran hasil perikanan diarahkan pada perbaikan jenis dan mutu hasil, perbaikan sarana dan prasarana serta perbaikan sistem dan organisasi pemasaran yang mendu- kung kegiatan produksi, serta peningkatan sistem informasi pasar.
Usaha mempertahankan dan meningkatkan sumber daya perikanan, diprioritaskan pada daerah perairan pantai dan per- airan umum yang kritis, termasuk penjagaan terhadap keseim‑
435
bangan hutan bakau sebagai daerah pertumbuhan dan pemijahan nener dan benur. Daerah yang kritis dan padat nelayan atau petani ikan akan ditetapkan sebagai daerah asal transmigrasi nelayan/petani ikan. Dalam menangani kelestarian sumber-sum- ber perikanan di perairan umum akan dilakukan penelitian kem-bali mengenai sumber daya perikanan. Pengaruh negatif terha- dap lingkungan hidup dan kelestarian sumber, seperti penggu- naan bahan peledak, pemakaian listrik, racun, pengambilan ba- tu karang dan hutan bakau akan dicegah melalui peningkatan pengawasan dan kesadaran serta disiplin masyarakat. Untuk mencegah terjadinya wabah penyakit/hama, kegiatan-kegiatan karantina akan ditingkatkan.
a. Perikanan Laut
Dalam Repelita IV usaha penangkapan ikan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan sumber daya alam laut dengan ting- kat produktivitas yang optimal. Beberapa perairan pantai yang sudah padat tangkap akan dibatasi hanya untuk nelayan tradisional, dan sekaligus diusahakan untuk menyebarkan nelayan tradisional ke perairan lepas pantai dan samudera atau ke perairan pantai lainnya yang masih potensial. Pengembangan perikanan pantai di daerah yang masih potensial sumbernya akan diusahakan melalui motorisasi dan modernisasi alat tang- kap dari para nelayan tradisional.
Pengembangan perikanan lepas pantai diarahkan ke daerahdaerah bagian utara, barat dan timur Sumatera termasuk per- airan Natuna/Anambas, selatan dan utara Jawa dan seluruh perairan di Indonesia bagian timur, yang dikaitkan dengan penambahan kapal motor berukuran di atas 10 GT dengan alat tang-
kap yang produktif. Adapun dalam pengembangan perikanan samudera akan dikembangkan jenis kapal-kapal penangkap yang berukuran 60 GP ke atas dengan menggunakan alat tangkap yang sesuai.
Dalam meningkatkan kemampuan para nelayan tradisional, kegiatan bimbingan dan latihan-latihan ketrampilan para nela-yan dalam menggunakan bahan, alat tangkap yang baru akan te- rus ditingkatkan dan dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan perkreditan dan perbaikan pemasarannya. Dalam hubungan ini pembangunan dan rehabilitasi prasarana-prasarana perikan- an, seperti pelabuhan atau tempat pendaratan ikan yang dilengkapi antara lain dengan dermaga, tempat pelelangan dan penyediaan air bersih akan dilanjutkan dan disempurnakan. Pi-hak swasta akan di dorong untuk membangun prasarana penunjang lainnya terutama yang bersifat komersial seperti pabrik es, kamar pendingin dan unit pengolahan hasil.
Mengingat hasil-hasil perikanan merupakan komoditi yang cepat membusuk, maka para nelayan juga akan mendapat bimbing- an dalam penyimpanan dan pengolahan hasil dalam rangka menyesuaikan macam dan mutu hasil dengan permintaan pasar. Di sam-ping itu, perbaikan atau penyempurnaan lembaga pemasaran yang sangat erat hubungannya dengan usaha peningkatan produksi seperti sistem pelelangan, sistem pelayanan pengumpulan hasil di daerah produksi, sistem pelayanan pemasaran ke daerah konsumen akan lebih ditingkatkan dengan meningkatkan peranan koperasi. Peranan perusahaan-perusahaan besar dalam mengolah dan memasarkan hasil nelayan tradisional akan dikembangkan melalui sistem perusahaan inti.
437
b. Budidaya Perikanan Darat
Pola kegiatan usaha budidaya perikanan darat, hampir sama dengan usaha pertanian pangan. Usaha budidaya ini adalah beru- pa pemeliharaan ikan/udang baik di kolam maupun di tambak air payau, pemeliharaan ikan di sawah dan pemeliharaan ikan di perairan umum.
Usaha intensifikasi perikanan dalam Repelita IV akan le- bih ditingkatkan lagi dengan menggunakan teknologi baru, pemakaian pupuk dan insektisida, penggunaan bibit ikan/udang yang bermutu dan penentuan sistem pengairan yang teratur.
Khusus dalam usaha budidaya di kolam air tawar pemberian makanan tambahan yang sudah mulai dilaksanakan oleh para pe- tani ikan akan terus disempurnakan. Untuk pengetrapan tekno- logi baru ini maka kegiatan bimbingan dan percontohan usaha serta latihan-latihan ketrampilan petani ikan akan lebih disempurnakan lagi termasuk untuk para penyuluhnya sendiri.
Dalam rangka meningkatkan penyediaan benih ikan, peran serta petani, swasta diharapkan lebih besar lagi. Khusus da- lam rangka perbaikan gizi jenis-jenis ikan yang akan disebar luaskan adalah jenis-jenis ikan yang murah dan mudah dikembangkan dengan ongkos produksi yang rendah.
Pengadaan bibit untuk budidaya ikan/udang di air payau atau di tambak, akan ditingkatkan pula. Selain itu, dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi usaha pertambakan, normalisasi saluran tambak dan pembangunan saluran tambak ba- ru, akan terus dilanjutkan. Dalam hubungannya dengan ekstensifikasi tambak, peran serta pihak swasta sebagai inti dalam
pengembangan pertambakan rakyat akan ditingkatkan dalam lingkup Tambak Inti Rakyat.
Kegiatan pengadaan bibit dan makanan tambahan maupun usa- ha budidaya perikanan, dan pembuatan tambak atau kolam akan dilakukan dengan peningkatan pembinaan terhadap para pengusa- ha dan petani ikan termasuk penyediaan kredit dengan persya-ratan yang wajar. Di samping itu dalam rangka lebih mening-katkan lagi produksi perikanan darat terutama dari hasil tam-bak, akan dilakukan perluasan di luar Jawa yang dikaitkan de-ngan program transmigrasi petani tambak.
Usaha perikanan di perairan umum (di danau, sungai, wa- duk-waduk dan lain-lain) sifatnya mendekati usaha penangkapan ikan di laut. Yang berbeda adalah cara pengelolaan dengan pengadaan keramba atau kurungan ikan di perairan umum. Kegiatan ini akan diperluas dan diintensifkan.
Di beberapa perairan umum yang persediaan ikannya sudah kurang akan dilakukan penebaran ikan dengan pembangunan Balai Benih Ikan di sekitarnya. Di samping itu untuk kelestarian sumber perikanan akan diadakan tempat pengembang biakan ikan.
Untuk menjaga kelestarian sumber-sumber perikanan di perairan umum pengawasan serta penindakan terhadap perusakan hu- tan mangrove dan terumbu karang, pencemaran perairan seperti limbah industri, bahan kimia racun dan bahan peledak serta listrik dan tanaman pengganggu seperti eceng gondok akan ditingkatkan.
Dengan makin bertambah luasnya areal persawahan yang beririgasi maka potensi budidaya perikanan di sawah juga menjadi makin besar. Untuk memanfaatkan potensi tersebut maka peng‑
439
adaan benih untuk perikanan di sawah akan ditingkatkan. Usaha ini akan dikaitkan dengan perluasan pembenihan ikan oleh pe-tani ikan di samping Balai-Balai Benih yang ada.
4. Perkebunan
Pelaksanaan pembangunan perkebunan dalam Repelita IV, merupakan kelanjutan dan peningkatan dari usaha-usaha yang dilaksanakan dalam Repelita III, yaitu meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan meningkatkan ekspor. Usaha-usaha tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan ekstensifikasi, rehabilitasi atau peremaja- an kebun-kebun intensifikasi dan diversifikasi serta pema- saran hasil.
Kegiatan perluasan tanaman perkebunan seperti tanaman karet, kelapa sawit, kelapa (kelapa hybrida dan kelapa dalam) dan tebu akan dilaksanakan pada padang alang-alang, hutan yang tidak produktif tetapi yang berpotensi tinggi untuk tanaman perkebunan, daerah transmigrasi dan pemukiman kembali. Usaha intensifikasi dilakukan pada tanaman yang sudah ada seperti tebu di Jawa, kapas di Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan, tembakau di Jawa, cengkeh di hampir seluruh daerah dengan meningkatkan teknologi budidaya tanaman perkebunan dengan penggunaan sarana pertanian yang lengkap serta pengendalian hama penyakit dan gulma secara terpadu.
Usaha rehabilitasi perkebunan terutama tanaman karet dan kelapa akan ditingkatkan dan diperluas dengan menggunakan klon-klon dan bibit unggul, terutama pada perkebunan rakyat dengan diberi bimbingan teknis disertai penyediaan kredit
yang diperlukan, seperti untuk pembelian sarana produksi, un- tuk pembiayaan pembukaan tanah dan pemeliharaannya. Untuk itu kegiatan usaha-usaha dari petani perkebunan rakyat tersebut diarahkan kepada usaha berkelompok melalui sistem perkopera-sian.
Untuk mendorong pengembangan perkebunan besar swasta, akan ditingkatkan kegiatan pembinaan organisasi manajemen dan teknologi. Perkebunan besar swasta yang terlantar dan tidak diusahakan secara baik oleh pengusahanya serta tidak melaksanakan peremajaan akan ditinjau kembali hak guna usahanya. Disamping itu peranan swasta akan diperluas dengan memberikan kesempatan menanamkan modalnya dalam usaha perkebunan. Pena-naman modal tersebut dapat dalam bentuk pembangunan kebun, pengolahan hasil dan pemasaran hasil. Perusahaan-perusahaan perkebunan besar milik negara dan swasta yang sudah berkem- bang baik, diarahkan untuk turut membina perkebunan rakyat di sekitarnya melalui sistem perkebunan inti rakyat (PIR). Dalam sistem ini kegiatan perkebunan terhadap perkebunan rakyat dilakukan secara menyeluruh yang meliputi penyediaan bibit yang unggul dan baik, bimbingan dalam penanaman, pemeliharaan tanaman, pemetikan hasil, fasilitas pengolahan dan pemasaran yang dimiliki perkebunan inti agar dimanfaatkan juga untuk hasil perkebunan rakyat.
Pemanfaatan fasilitas pengolahan dan pemasaran dari perkebunan inti dimaksudkan pula untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan pemasaran hasil-hasil perkebunan rakyat dalam rangka memperluas pasarannya di luar negeri. Dengan demikian diharapkan terjadinya perkembangan yang menyeluruh dalam bi- dang perkebunan, baik perkebunan besar maupun perkebunan rak-yat.
441
Untuk meningkatkan produktivitas tanah-tanah perkebunan rakyat dan meningkatkan pendapatan petani pekebun, kegiatan diversifikasi akan terus ditingkatkan baik diversifikasi de-ngan tanaman perkebunan itu sendiri seperti kopi, coklat, la-da, panili, kapok dan sebagainya, juga diversifikasi dengan tanaman pangan dan peternakan.
Untuk mempercepat usaha perluasan perkebunan dari perusahaan-perusahaan perkebunan besar, perusahaan-perusahaan tersebut dapat bekerja sama dengan modal asing dalam bentuk perusahaan patungan (joint venture). Perluasan areal perkebunanperkebunan besar tersebut akan diarahkan agar sekaligus men-jadi perkebunan inti sehingga akan menghasilkan perluasan perkebunan rakyat pula. Macam budidaya yang diprioritaskan dalam kegiatan perluasan areal perkebunan di luar Jawa ter-utama adalah tebu, karet, kelapa, kelapa sawit, dan kapas.
5. Kehutanan
Pembangunan kehutanan dalam Repelita IV merupakan kelan-jutan dan peningkatan dari Repelita III. Kebijaksanaan dan langkah utama yang akan dikembangkan dalam Repelita IV ada- lah: (1) pengembangan tataguna hutan untuk menjamin kepastian usaha di bidang kehutanan; (2) pembinaan hutan rakyat di luar kawasan hutan; (3) peningkatan produksi hutan baik bahan mau-pun jasa melalui rehabilitasi kawasan hutan, intensifikasi pengelolaan hutan dan efisiensi penggunaan kawasan dan pengolahan hasil hutan; (4) peningkatan ekspor hasil hutan dalam bentuk bahan jadi dan penghentian ekspor kayu bulat; (5) pengembangan hasil hutan ikutan seperti rotan, tengkawang, su-tera alam, obat-obatan dan getah; (6) pengembangan penyediaan
bahan baku kayu dan hasil hutan lainnya bagi pengolahan dalam negeri; (7) pembinaan hutan sosial untuk keperluan masyarakat sekitar hutan; (8) penyediaan energi biomasa bagi masyarakat pedesaan; (9) pengembangan ilmu dan teknologi dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan hutan hujan tropika; (10) pening- katan produksi jasa perlindungan dan pariwisata dari kawasan hutan, dan (11) pembinaan pelestarian alam.
Dalam hubungan dengan tataguna hutan maka akan dikembang- kan usaha untuk mengukuhkan kawasan hutan tetap seluas 113 juta ha dan menataguna kawasan tersebut menjadi kawasan pelestarian alam 18,7 juta ha, hutan lindung dan hutan produksi terbatas masing-masing seluas 30,4 juta ha dan hutan produksi tetap seluas 33,6 juta ha. Hutan yang akan diubah statusnya menjadi areal penggunaan lain seluas 30,1 juta ha akan segera dikelola dan diatur pengubahan statusnya secara bertahap de- ngan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan kemantap- an keadaan pasaran hasil hutan serta mencegah pemborosan penggunaan sumber-daya hutan. Penataan kawasan hutan produksi akan dikaitkan dengan pengembangan Hak Pengusahaan Hutan da- lam unit-unit usaha yang didasarkan atas pengembangan kelestarian hasil. Bagian terbesar dari usaha tersebut adalah penataan batas kawasan terutama di Sumatera, Kalimantan, Sula-wesi, Maluku, Irian Jaya dan kepulauan Nusa Tenggara.
Pengembangan pengelolaan hutan juga akan ditingkatkan di luar kawasan hutan negara yang meliputi pengembangan hutan rakyat. Dalam hubungan dengan itu areal yang diperuntukkan sebagai hutan dalam pembukaan areal transmigrasi akan dibina dan dikelola bersama masyarakat agar mampu memberikan hasil yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.
Pengembangan hutan rakyat ini diarahkan kepada usaha peningkatan kesempatan berusaha dan peningkatan pendapatan penduduk setempat dan sedapat mungkin dikaitkan pula dengan pengem-bangan industri perkayuan dan industri hasil hutan lainnya. Hutan rakyat dengan hasil utama rotan akan dikembangkan seba-gai prioritas di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Sutera alam akan dikembangkan di Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lain. Begitu juga usaha lebah ma-du, tengkawang, getah, damar, arang dan lain-lain akan dikembangkan pula.
Oleh karena permintaan akan hasil hutan makin bertambah besar dengan kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 8,5%, ma-ka usaha peningkatan produktivitas hutan harus segera dilaksanakan. Untuk keperluan tersebut rehabilitasi hutan produksi di Jawa akan ditingkatkan dan intensifikasi pengelolaannya akan dikembangkan. Sedangkan pengelolaan hutan tropika basah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, Irian Jaya akan lebih diintensifkan. Seluas kurang lebih 950.000 ha kawasan hutan produksi dalam areal Hak Pengusahaan Hutan akan direhabilitasi selama Repelita IV. Produktivitas kawasan hutan produksi pada umumnya akan ditingkatkan melalui usaha pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang lebih intensif dan lebih beranekaragam.
Untuk meningkatkan jasa perlindungan dan pariwisata, beberapa taman nasional seperti Leuser-Langkat, Bukit Barisan Selatan, Ujung Kulon, G. Gede-Pangrango, Baluran, Meru Betiri, Ijen-Yang, Bali Barat dan Komodo akan dikembangkan. Sedangkan
kawasan hutan lindung dan suaka alam lainnya akan ditingkat- kan usaha pelestariannya.
Produksi kayu bulat akan ditingkatkan melalui efisiensi pengusahaan hutan pada areal yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan. Produksi tersebut akan dipergunakan untuk meningkatkan produksi kayu olahan, kayu lapis, pulp dan kertas di dalam negeri. Dalam rangka peningkatan nilai tambah produksi kayu bulat serta menciptakan lapangan kerja dan sekaligus meningkatkan usaha kelestarian kekayaan alam kita, maka mulai tahun 1985 ekspor kayu bulat akan di hentikan dan selanjutnya seluruh produksi kayu bulat akan diolah di dalam negeri. Dengan kebijaksanaan itu maka ekspor kayu olahan dan kayu lapis akan dapat ditingkatkan dalam Repelita IV.
Produksi kayu olahan untuk keperluan industri konstruksi, industri peralatan rumah tangga dan lain-lain di dalam negeri akan meningkat, demikian pula produksi kayu lapis yang disediakan untuk keperluan dalam negeri. Peningkatan ini akan diusahakan dalam rangka peningkatan ekspor hasil hutan yang berupa barang jadi dan setengah jadi, dan dengan demikian meningkatkan peranan ekspor non-migas.
Produksi hasil hutan lain yang akan dikembangkan dan ditingkatkan dalam Repelita IV adalah hasil hutan ikutan seper- ti rotan, tengkawang, getah, arang dan lain-lain. Dengan pengembangan sumber hasil hutan tersebut, intensifikasi dan pembinaan di pusat-pusat produksi peningkatan produksi terse-but akan dapat dicapai.
Produksi hutan rakyat akan tetap merupakan sumber bahan baku penting bagi industri konstruksi sederhana di daerah pe‑
445
desaan dan akan dikembangkan terus melalui pembinaan hutan rakyat dari segi pembinaan bibit, bimbingan teknis pemeliharaan dan pengelolaan hutan serta pengolahan hasilnya. Pola hutan rakyat juga akan dikembangkan untuk meningkatkan produksi rotan, sutera alam, getah, lebah madu, arang dan lain-lain.
Dalam kawasan hutan produksi tetap dan produksi terbatas akan dikembangkan suatu pola hutan kemasyarakatan yang merupakan penganekaragaman penggunaan tanah dan ruang dalam kawasan untuk memberikan hasil yang lebih beranekaragam bagi kepentingan masyarakat setempat terutama di lokasi-lokasi yang penduduknya padat dengan tingkat pengangguran yang ting-gi atau penghasilan yang rendah. Pola ini akan dikembangkan di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Hutan rakyat untuk mengembangkan produksi energi biomasa bagi kepentingan rakyat di pedesaan akan terus dikembangkan pula dalam Repelita IV.
Untuk mengembangkan produksi rotan di Kalimantan dan Sulawesi maka badan usaha milik negara di bidang kehutanan akan dikembangkan agar dapat membimbing dan memasarkan hasil rotan dari hutan rakyat dengan pembinaan unit-unit usaha hutan rotan sebagai intinya. Produksi tengkawang akan dikembangkan di Kalimantan Barat dengan pola yang serupa.
Bagi industri kertas di Jawa akan dikembangkan hutan rak-yat dengan jenis albizia dan jenis cepat tumbuh lainnya dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Selama ini jenis albizia merupakan hasil sampingan dari usaha pertanian lahan kering atau perkebunan. Pola pengusahaan lahan dengan campuran
tanaman seperti ini akan dibina lebih baik sehingga hasilnya dapat ditingkatkan.
Usaha penghijauan lahan kritis di luar kawasan hutan akan diteruskan pula melalui kegiatan pembuatan dan pengendali, sengkedan, petak percontohan usaha tani pelestarian sumber daya alam, penanaman tanaman tahunan dan rumput serta kegia- tan penunjang lainnya. Usaha ini merupakan suatu upaya untuk mengembangkan usaha swadaya masyarakat petani dalam melestarikan kemampuan produksi lahan garapannya dan memperbaiki sistem tata-air dalam daerah aliran sungai yang penting. Da- lam kegiatan penghijauan peranserta masyarakat akan lebih ditingkatkan lagi pembinaannya.
Kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan sebagian da- ri upaya penyelamatan hutan, tanah dan air untuk melindungi investasi pembangunan yang tinggi terhadap bahaya kerusakan karena banjir, kekeringan dan pelumpuran dan untuk memperbaiki penyediaan sumber daya air bagi berbagai keperluan dan memperbaiki kesuburan tanah yang makin berkurang karena erosi dan pemiskinan hara. Kegiatan reboisasi dan penghijauan tersebut akan meliputi 36 daerah aliran sungai di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan kepulauan Nusa Tenggara.
Untuk menjamin kelestarian peningkatan produksi dari kawasan hutan maka hutan tanaman baru akan mulai dibentuk dan intensifikasi pengusahaan areal Hak Pengusahaan Hutan akan lebih ditingkatkan dengan penerapan sistem tebang pilih Indonesia yang lebih sederhana dan mudah dikendalikan dan diawasi.
Agar supaya penyediaan hasil hutan bagi keperluan pembangunan dapat berjalan lancar maka sistem distribusi hasil hu‑
447
tan baik untuk keperluan dalam negeri maupun untuk ekspor akan ditingkatkan. Untuk keperluan peningkatan arus kayu yang masuk ke Jawa dari Sumatera dan Kalimantan akan dibangun pula pusat perkayuan di Jawa dan Kalimantan. Fasilitas ekspor akan dikembangkan pula di wilayah Indonesia bagian timur. Sebagai tahap pertama akan dibangun pusat pendaratan kayu di Marunda, Jakarta, yang akan mampu menangani pendaratan kayu sebesar 2,6 juta m3 setiap tahun. Pemasukan kayu dari luar Jawa ke Jawa pada akhir Repelita IV diperkirakan akan naik menjadi 8,0 juta m3 setara kayu bulat. Pendidikan dan latihan bagi para pedagang kayu akan dikembangkan terus agar mampu meningkatkan usahanya dan bersamaan dengan itu pembinaan iklim usaha yang lebih baik akan dikembangkan pula. Dalam hubungan dengan itu usaha pembinaan standardisasi hasil akan mulai dikembangkan pula.
Pengamanan kawasan hutan produksi, hutan lindung dan sua- ka akan ditingkatkan dari dikaitkan sekaligus dengan usaha transmigrasi, pemukiman kembali para peladang berpindah, dan usaha pembangunan daerah penyangga di sekeliling kawasan hu-tan. Dalam usaha tersebut di atas akan diperhatikan agar para perusak hutan yang terpaksa melakukan perusakan karena tiada-nya lapangan kerja dapat dipindahkan ketempat lain yang memungkinkan mereka memperoleh lapangan kerja dan penghasilan yang lebih baik.
Usaha pelestarian alam akan terus dikembangkan dalam ben- tuk pengembangan taman nasional, suaka alam, taman wisata, hutan lindung, dan penyelamatan jenis langka baik flora mau- pun fauna. Dalam hubungan ini pengembangan interaksi yang se-hat antara manusia dengan alam akan diteruskan dan dikembang‑
kan dalam suatu sistem pengelolaan wilayah ekosistem yang menyeluruh di dalam taman-taman nasional. Dalam Repelita IV diharapkan dapat dikukuhkan 7 juta ha kawasan pelestarian alam perairan dan 15 buah taman nasional yang baru. Sementara itu 27.000 kepala keluarga peladang berpindah akan dimukimkan kembali ke dalam pemukiman dengan usaha tani yang menetap.
Usaha-usaha tersebut di atas akan ditunjang oleh pengembangan tenaga kerja dan teknologi di bidang kehutanan baik di dalam usaha peningkatan produksi, pembinaan kawasan hutan, penatagunaan hutan, pengolahan hasil hutan, perdagangan hasil hutan, pelestarian alam dan penyelamatan hutan.
Penelitian hutan hujan tropika akan dikembangkan terus agar teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembang- an hutan serta teknologi pemanfaatannya dapat dikuasai dengan cepat. Pusat penelitian hutan hujan tropika akan dikembangkan di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu akan diteruskan pengembangan pusat penelitian kehutanan yang berada di Bogor, Jawa Barat. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penguasaan teknologi permudaan hutan, teknologi pengelolaan hutan tropis campuran, teknologi pelestarian hasil, teknologi pengolahan hasil hutan yang efisien, teknologi peningkatan produktivitas hutan tropika dan teknologi pengelolaan taman nasional akan diprioritaskan dalam Repelita IV. Pengembangan teknologi terapan untuk mendukung usaha reboisasi dan penghijauan, pengolahan hasil hutan dan lain-lain akan dikembangkan terus.
Untuk mendukung usaha-usaha tersebut maka pendidikan dan latihan akan dikembangkan. Dalam Repelita IV akan dikembang‑
kan pusat pendidikan dan latihan di Jawa Barat (Bogor, Gunungwalat, Sukabumi, Kadipaten), Yogyakarta (Gunungkidul), Sulawesi Selatan (Ujungpandang), Kalimantan Timur (Samarin- da), Sumatera Utara (Pematang Siantar), Riau (Pakanbaru) dan di Irian Jaya (Manokwari). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli akan terus dikembangkan pendidikan tinggi tingkat universitas di beberapa perguruan tinggi yang sudah ada. Di Sumatera yang belum mempunyai pendidikan tingkat universitas dalam keahlian kehutanan akan dirintis pula pendidikan dalam ilmu-ilmu kehutanan.
6. Penelitian Pertanian
Dalam menunjang usaha-usaha meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian dan menjaga kelestarian sumber-sumber alam peranan penelitian pertanian sangat besar artinya. Karenanya usaha penelitian dalam rangka menggali dan memanfaatkan serta menjaga kelestarian sumber daya alam ditingkatkan, termasuk penelitian untuk menemukan varietas-varietas unggul yang se-suai dengan keadaan lingkungan serta pelestarian dan pemanfaatan plasma nuftah pertanian.
Demikian pula penelitian dalam rangka pemilihan teknologi tepat guna yang dapat menampung tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas usaha taninya, termasuk masalah sosio ekonomi yang dapat memberikan alternatif yang lebih luas bagi petani untuk berusaha dengan 1ebih efisien, akan ditingkatkan pula.
Penelitian pertanian tanaman pangan dan hortikultura baik di lahan basah maupun di lahan kering terutama diprioritaskan pada pemulihan tanaman padi, palawija dan hortikultura, penelitian mengenai penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih
efektif dan efisien dan penelitian tentang hama dan penyakit serta penelitian pola tanam dan "multiple cropping". Di bi- dang peternakan akan lebih diprioritaskan penelitian mengenai pemuliaan ternak, penyakit-penyakit hewan dalam usaha meningkatkan produksi per satuan ternak dan penelitian tentang produksi dan mutu makanan ternak baik hijauan makanan ternak maupun pemanfaatan limbah pertanian dan industri sebagai ma-kanan ternak serta pengolahan hasil peternakan. Penelitian di bidang perikanan ditujukan untuk memperoleh teknologi tepat guna baik di bidang budi daya maupun penangkapan termasuk pasca panen dan menyelidiki sumber-sumber budi daya dan penangkapan, termasuk pemanfaatan Zone Ekonomi Eksklusif serta mendapatkan bibit ikan berdaya mampu produksi tinggi, mudah berkembang biak serta tahan penyakit. Di bidang perkebunan penelitian diprioritaskan pada penelitian perluasan areal tanaman perkebunan, hama dan penyakit dan penelitian perluasan areal tanaman perkebunan di padang alang-alang serta mengenai pemulihan tanaman-tanaman perkebunan dan menemukan klon-klon dari jenis varietas yang unggul serta penelitian pengolahan hasil-hasil perkebunan.
Penelitian sumber daya alam pertanian akan meliputi inventarisasi, pemetaan, sistem pengendalian dan pengolahan sumber daya alam, pemanfaatan dan pelestarian plasma nuftah pertanian serta pemanfaatan limbah pertanian. Penelitian so- sial ekonomi akan meliputi penelitian mengenai sistem bagi hasil, sistem pemasaran, termasuk kaitannya dengan stabilisa- si harga dan asuransi pertanian serta pengolahan hasil, penelitian dampak penggunaan teknologi dan penelitian tentang ekonomi produksi serta kesempatan kerja pada sektor pertanian.
451
Selanjutnya akan dilakukan kegiatan penyiapan data dan informasi yang diperlukan untuk perumusan kebijaksanaan operasio-nal.
Agar hasil-hasil penelitian tersebut langsung dapat dimanfaatkan oleh para petani dan para pengusaha pertanian lainnya, penyaluran dari hasil-hasil penelitian tersebut akan disempurnakan dengan memperbaiki dan meningkatkan koordinasi antara lembaga penelitian, lembaga penyuluhan dan antar departemen.
7. Pendidikan dan Latihan Pertanian
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan pertanian, yang mencakup antara lain peningkatan produksi dan pendapatan petani nelayan, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan devisa, diperlukan petugas-petugas pertanian yang memadai, baik jumlah maupun mutunya.
Usaha untuk mendapatkan petugas pertanian tersebut di atas, dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan pertanian di Sekolah-sekolah Pertanian Pembangunan dan kegiatan latihan, pertanian yang terutama dilakukan di Balai-balai Latihan Pertanian, di Balai Ketrampilan Penangkapan Ikan, dan Pendidikan. Latihan Ahli Usaha Perikanan.
Pendidikan pertanian bersifat pendidikan pembangunan, yaitu pendidikan yang mampu mendorong perubahan sikap mental, keberanian merintis jalan baru dan mampu menggerakkan pembangunan pertanian di daerah sekitarnya. Dalam Repelita IV dari 140 SPP diharapkan dapat dihasilkan tammatan sebanyak 40.000 orang.
Penyelenggaraan kegiatan latihan pertanian ditujukan un-
tuk menghasilkan petugas pertanian yang berpengetahuan luas, cakap, trampil, berdedikasi tinggi dan mampu memancarkan pembaharuan di bidang pertanian. Hal ini dicapai melalui kegiat- an melatih petugas pertanian yang ada.
Prioritas latihan petugas pertanian akan diberikan kepada para petugas penyuluh agar dapat memancarkan dan menciptakan pembaharuan, serta petugas teknis yang mampu meningkatkan dan memperlancar kegiatan agribisnis pasca panen.
Untuk meningkatkan jumlah dan mutu petugas yang di latih, maka secara teratur jumlah dan mutu pelatih akan terus ditingkatkan. Untuk memenuhi tujuan tersebut mutu dan kemampuan Balai-balai Pertanian akan terus ditingkatkan, sehingga sela- lu sesuai dengan kebutuhan pembangunan pertanian.
8. Pembinaan Usaha Agribisnis
Sebagian besar dari usaha pertanian dilakukan oleh petani kecil sebagai usaha keluarga. Di bidang perkebunan, di sam- ping usaha perkebunan rakyat, sudah sejak lama terdapat perusahaan-perusahaan perkebunan yang besar, baik milik negara maupun swasta. Sejak Repelita I, perusahaan-perusahaan besar di bidang peternakan, perikanan laut dan kehutanan mulai berkembang dengan pesat. Sebaliknya perusahaan perkebunan swasta, pada periode yang sama, kurang menunjukkan perkem- bangan yang pesat. Keadaan ini terjadi pula pada bidang tana- man pangan.
Dalam rangka pemerataan pembangunan, sejak Repelita II telah dikembangkan pembangunan pertanian dengan sistem Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dimulai di bidang perkebunan di mana terdapat banyak perusahaan-perusahaan perkebunan mi-
lik negara dengan teknologi, pengelolaan dan segi finansial yang jauh lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan di bidang pertanian lainnya. Pada Repelita III, sistem PIR dimu- lai di bidang perikanan laut dengan intinya perusahaan-perusahaan milik negara dan di bidang peternakan dirintis pengikutsertaan perusahaan-perusahaan swasta sebagai inti dari peternakan rakyat.
Dalam Repelita IV, sistem PIR akan diperluas dan ditingkatkan di semua bidang pertanian, termasuk pada bidang tanam- an pangan, terutama dalam usaha pengembangan hortikultura dan budidaya tambak.
Dalam sistem PIR ini usaha pembangunan pertanian rakyat dilakukan dengan mengikut sertakan perusahaan-perusahaan be- sar yang sudah kuat, di bidang agribisnis. Pengikutsertaan perusahaan-perusahaan tersebut, baik badan usaha milik negara maupun swasta, di samping dalam rangka keseimbangan pengembangan swasta, koperasi dan Badan Usaha Milik Negara, juga agar terdapat keseimbangan dan keserasian pengembangan antara golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi bukan lemah. Perusahaan-perusahaan besar tersebut dalam hubungan ini dapat berperan sebagai "development agent" baik secara horizontal maupun secara vertikal. Secara horizontal mereka turut mengembangkan proses produksi pertanian rakyat dan secara vertikal, mengkaitkan pembangunan pertanian dengan pembangunan industri, khususnya agro industri. Dengan demikian, pertum-buhan produksi pertanian dan agro industrinya akan didorong dengan meningkatkan peranserta pengusaha-pengusaha kecil/petani dengan koperasinya, pengusaha menengah maupun besar da‑
lam pelaksanaan pembangunan pertanian dengan lebih mengembangkan swadaya, prakarsa dan partisipasi swasta.
Pengembangan dunia usaha tersebut akan dilaksanakan mela-lui bimbingan organisasi dan manajemen, pembinaan kewiraswastaan, penyempurnaan kebijaksanaan permodalan dan perkreditan, fiskal dan moneter, pengaturan dan penyederhanaan perizinan, termasuk izin Hak Guna Usaha, penyebaran teknologi dan penyebaran kegiatan usaha ke daerah-daerah.
Usaha pertanian swasta akan dikembangkan untuk memanfaat-kan potensi sumber daya alam yang belum tergali, khususnya di luar Jawa. Kepada usaha swasta nasional akan diberikan fasilitas-fasilitas lain dan Hak Guna Usaha sesuai dengan peratur- an dan ketentuan yang berlaku.
Agar ada keserasian dalam perkembangan, pengusaha golong- an ekonomi lemah khususnya petani dan nelayan, dengan peng-usaha-pengusaha yang bermodal besar, akan dicegah kemungkinan pengusaha yang bermodal besar itu merugikan petani/nelayan kecil dan pengusaha kecil. Dengan sistem PIR, usaha swasta besar ini diarahkan agar dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan dari usaha-usaha tani dan pengusaha kecil di sekelilingnya, baik dalam penerapan teknologi maupun dalam pema-saran dan pengolahan hasilnya. Bagi produsen dan penyalur sa-rana dan alat-alat pertanian akan dianjurkan agar secara efektif melaksanakan percobaan dan penyuluhan mengenai tata cara penggunaannya. Penyalur alat-alat pertanian akan diha-ruskan melatih tenaga-tenaga operator dan pemeliharaannya.
Khususnya dalam pengerahan dana perkreditan, kebijaksana- an yang telah dilaksanakan dalam Repelita III akan ditingkat‑
455
kan dan disempurnakan. Kredit intensifikasi untuk segala ma- cam komoditi pertanian akan disediakan, sedangkan persyaratannya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Dalam perkreditan bagi petani/nelayan kecil dan pengusaha kecil segala permasalahannya akan diusahakan untuk dipecahkan dan diselesaikan agar kesempatan memperoleh kredit bagi golongan ekonomi lemah lebih di perluas.
B. PENGAIRAN
Sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara pembangunan pengairan dalam rangka usaha pemanfaatan air dan pengembangan sumber-sumber air diarahkan untuk menunjang tujuan-tujuan pembangunan nasional, khususnya menunjang pembangunan pertanian. Pembangunan pengairan dalam Repelita IV pada hakekatnya merupakan kelanjutan pelaksanaan selama Repelita III, dan Repelita-Repelita sebelumnya, yakni penyediaan air irigasi baik di daerah pertanian yang ada mau-pun di areal pertanian baru termasuk areal pertambakan, mengamankan daerah pemukiman dan areal produksi dari kerusakan akibat bencana banjir dan lahar gunung berapi, serta menunjang penyediaan air baku untuk kesejahteraan masyarakat, kebutuhan industri dan kelistrikan.
Dalam hubungannya dengan usaha untuk memberi, menseimbangkan dan menserasikan pembangunan sub sektor pengairan dengan berbagai macam kebutuhan untuk pertanian dan non pertanian, maka akan ditempuh kebijaksanaan untuk mengusahakan pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai sektor pembangunan di mana di satu pihak terdapat keterbatasan kemampuan, lingkungan hidup, serta potensi sumber-sumber air yang tersedia, dan dipihak
lainnya terdapat peningkatan kebutuhan air untuk sektor-sektor di luar sektor pertanian seperti penyediaan air baku untuk kebutuhan rumah tangga di pusat-pusat pemukiman/kota-kota be-sar, kebutuhan industri serta penggelontoran saluran pembuang dan sungai di kota. Dalam hubungan ini usaha pengembangan dan pemanfaatan sumber-sumber air akan dilaksanakan berdasarkan prioritas kebutuhan yaitu untuk daerah pemukiman/kota-kota besar dan wilayah pengembangan industri, pengembangan sumbersumber air diutamakan untuk penyediaan air baku kebutuhan penduduk dan industri, sedangkan di daerah-daerah/pusat-pusat pengembangan pertanian akan diarahkan untuk meningkatkan penyediaan air irigasi.
Kegiatan pertanian khususnya pertanian pangan pada saat ini sebagian besar masih di pulau Jawa, karena dua pertiga dari luas lahan usaha pertanian pangan di Indonesia terletak di pulau Jawa, demikian pula dengan produksinya. Sejalan dengan perkembangan kegiatan berbagai sektor, dan tekanan pe- ningkatan jumlah penduduk, telah mengakibatkan lahan pertani- an yang dapat diusahakan semakin menyempit, sedangkan usaha memperluas lahan pertanian di Jawa dihadapkan kepada keterbatasan potensi lahan yang dapat diusahakan. Di lain pihak usaha meningkatkan produksi pangan dalam rangka persiapan tinggal landas menuju swasembada pangan memerlukan dukungan perluasan
lahan pertanian.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas untuk mendukung kebijaksanaan peningkatan produksi pangan, kebijaksanaan yang ditempuh dalam pembangunan pengairan adalah mengutamakan penyelesaian kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan intensitas tanam dan perluasan areal tanam. Kegiatan
pembangunan pengairan di Jawa akan lebih dititik beratkan ke-pada usaha perbaikan dan peningkatan kemampuan jaringan iriga- si dan melengkapi sawah tadah hujan dengan jaringan irigasi, yang diharapkan dapat meningkatkan intensitas tanam. Usaha perluasan irigasi reklamasi rawa untuk mendukung perluasan lahan pertanian yang dikaitkan pula dengan program transmi- grasi diarahkan ke luar Jawa, diutamakan kepada areal-areal pertanian yang dapat segera berproduksi, dan dapat menjangkau dan menyebar ke daerah-daerah terpencil.
Di samping untuk mendukung peningkatan produksi pangan khususnya padi dan palawija, dalam rangka peningkatan produk- si pangan lainnya seperti perikanan dalam pelaksanaan pembangunan pengairan juga akan memperhatikan potensi untuk per-ikanan terutama dalam usaha rehabilitasi maupun perluasan tambak perikanan.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka usa- ha mencapai tujuan tersebut di atas mencakup perbaikan dan peningkatan irigasi, pembangunan jaringan irigasi baru serta pengembangan daerah rawa, baik untuk tanaman pangan maupun perikanan, pengaturan dan pengamanan sungai yang dikaitkan pu- la dengan usaha pemanfaatannya, serta pengaturan dari pengendalian lahar gunung berapi. Untuk mendukung kegiatan tersebut akan dilanjutkan usaha peningkatan dan kemampuan dan keterampilan tenaga-tenaga perencana dan pelaksana, yang ditunjang pula dengan kegiatan-kegiatan penelitian, survei, penyelidik- an, serta perencanaan pemanfaatan dan pengembangan sumber- sumber air.
Untuk menjamin pemanfaatan prasarana pengairan yang se-
baik-baiknya, maka usaha perluasan irigasi dan reklamasi rawa akan diarahkan kepada lahan-lahan pertanian yang petaninya sudah biasa dan berhasrat bersawah dan berusaha tambak. Di samping itu akan diutamakan lokasi-lokasi yang sudah memiliki prasarana penunjang seperti jalan yang memadai untuk jaminan peningkatan produksi serta pemasaran hasilnya. Pemilihan loka-si-lokasi tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa pemanfaat- an jaringan irigasi baru sangat bergantung dari kesediaan dan hasrat petani untuk mencetak sawah dan tambak. Untuk melancar-kan usaha pencetakan sawah dan tambak, akan diberikan kemudah- an kepada petani dalam mengusahakan sertifikat tanah, kredit pencetakan sawah dan tambak, serta akan dilakukan penyederhanaan prosedur, pengaturan lokasi pelaksanaan yang serasi anta- ra kegiatan pengembangan irigasi dengan pencetakan sawah dan tambak.
Jaringan irigasi yang dibangun dilengkapi dengan jaringan tersier yang dapat lebih memudahkan pengaturan pembagian air irigasi sesuai dengan kebutuhan dan pola tanam, yang diikuti pula dengan pembentukan dan pembinaan organisasi petani pemakai air untuk meningkatkan peranserta dan kemampuan para petani dalam pengelolaan dan pemeliharaan irigasi di tingkat usaha tani.
Wilayah-wilayah pertanian kering dan rawan yang langka air permukaan yang sampai dewasa ini belum banyak ditangani dalam segi pengadaan airnya dalam Repelita IV akan lebih diperhatikan, baik untuk pertanian maupun untuk kebutuhan rumah tang-ga. Usaha tersebut diantaranya dilakukan dengan pengembangan dan pemanfaatan air tanah.
Prasarana pengairan yang sudah diperbaiki dan dibangun,
459
menuntut perhatian yang semakin besar dalam eksploitasi dan pemeliharaan agar prasarana tersebut tetap dapat berfungsi dengan baik. Dalam hubungan ini akan diusahakan untuk meningkatkan peranserta para petani pemakai air dalam kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan.
Usaha pengendalian banjir serta penanggulangan terhadap ancaman banjir lahar gunung berapi terus dilanjutkan melalui pekerjaan-pekerjaan persungaian, yang dikaitkan dengan usahausaha pemanfaatan dan pengembangan sumber-sumber air yang mendukung berbagai kegiatan pembangunan nasional. Untuk itu akan dilanjutkan pembangunan waduk-waduk dan prasarana pengairan lainnya terutama guna menanggulangi kekurangan air pada musim kemarau untuk kebutuhan air minum, pertanian, serta penyediaan air kebutuhan industri dan kelistrikan, penggelon-toran saluran pembuang dan sungai di kota dalam rangka penyehatan lingkungan pemukiman, dan pengendalian banjir.
Mengenai penggunaan air baku baik untuk kepentingan iriga-si, industri, kelistrikan maupun untuk penyediaan air bersih bagi penduduk kota dan desa akan diusahakan peningkatan kemampuan pengelolaan sumber air yang melalui perencanaan pengembangan dan pemanfaatan sumber air yang teratur dan serasi, disesuaikan dengan kebutuhan berbagai sektor pembangunan dan potensi sumber-sumber air yang tersedia dan dapat dikembangkan. Langkah-langkah ini juga akan ditunjang dengan usaha-usaha penelitian dan peningkatan kemampuan pelaksanaan pembangunan pengairan.
IV. PROGRAM-PROGRAM A. PERTANIAN
Langkah-langkah dan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas dilaksanakan melalui lima program sesuai dengan program-program dalam Repelita-Repelita sebelumnya seperti :
1. Program Peningkatan Produksi Tanaman Pangan
2. Program Peningkatan Produksi Peternakan
3. Program Peningkatan Produksi Perikanan
4. Program Peningkatan Produksi Perkebunan
5. Program Peningkatan Produksi Kehutanan.
Di samping itu untuk memperlancar pelaksanaan kelima program pokok tersebut akan dilaksanakan juga program pe- nunjang dari sektor lain antara lain Program Pendidikan Pertanian dan Pengairan, Program Penelitian Pertanian dan Pengairan dan Program Transmigrasi.
1. Program Peningkatan Produksi Tanaman Pangan.
Kegiatan-kegiatan utama dalam program ini, baik dalam rangka intensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi maupun ekstensifikasi, di samping penyuluhan dan Bimas, adalah perbe-nihan, perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit serta pencetakan sawah. Kegiatan utama dalam perbenihan adalah pengadaan, pengujian dan penyebaran serta pengawasannya dengan tujuan meningkatkan penggunaan benih varietas unggul. Kegiat- an pengadaan meliputi kegiatan pengadaan benih dasar oleh Lembaga Penelitian, perbanyakan benih pokok oleh Kebun Bibit Sentral, Balai Benih dan Perum Sang Hyang Sri, sedang perbanyakan benih sebar bagi para petani dilakukan oleh Balai Be‑
nib, Kebun Bibit Desa dan penangkar benih Swasta dan atau Koperasi.
Untuk menunjang kegiatan-kegiatan pengadaan benih di daerah-daerah sentra produksi yang baru akan dibangun Balai-balai Benih atau dengan mengikut sertakan Perum Sang Hyang Sri.
Bimbingan dan penyuluhan dalam perbenihan dilakukan terhadap penangkar maupun petani dan terhadap pemerintahan desa dalam pengelolaan Kebun Benih Desa. Peranan Perum Sang Hyang Sri akan lebih dikembangkan lagi dengan pembentukan cabangcabang di daerah-daerah sentra produksi, terutama untuk menghasilkan benih pokok dan benih sebar.
Pengawasan mutu benih dilakukan oleh para inspektur be-nih. Untuk benih, khususnya benih padi, yang lulus dari pengawasan dan ujian diberi sertifikat. Balai Sertifikasi Benih merupakan pusat kegiatan pengawasan mutu benih, berfungsi sebagai tempat pemberian sertifikasi dan tempat penataran petugas-petugasnya.
Proteksi tanaman dan pemberantasan hama penyakit, merupakan kegiatan utama lainnya dalam usaha-usaha intensifikasi. Kegiatan pemberantasan hama penyakit merupakan kewajiban petani, baik berupa tindakan-tindakan pengamanan sebelum adanya serangan maupun tindakan-tindakan pemberantasan setelah terjadi serangan. Bantuan Pemerintah diberikan jika terjadi eksplosi hama dan penyakit. Untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah bila terjadi eksplosi hama dan penyakit, Satuan Udara Pertanian dan Brigade Proteksi Tanaman akan disempurnakan. Di samping itu unit-unit pengamatan dan laboratorium-laboratori- um hama penyakit, pengujian dan pengawasan terhadap obat‑
obatan pemberantasan hama penyakit akan ditingkatkan dan disempurnakan. Penyuluhan dalam kegiatan-kegiatan perlindungan dan pemberantasan terhadap hama dan penyakit ditujukan ter- utama kepada petani.
Penggunaan pupuk akan lebih ditingkatkan lagi terutama pada lahan-lahan kering untuk tanaman palawija dan hortikul-tura, sedangkan jenisnya akan disesuaikan dengan jenis tanam- an dan kondisi tanah. Dalam hubungan ini kegiatan konservasi tanah pada usaha tani lahan kering akan lebih dikembangkan. Untuk itu, kegiatan-kegiatan percobaan dan pengujian pemupuk- an oleh para PPS akan ditingkatkan. Selain itu pola bercocok tanam yang lebih sesuai dengan benih dan perlindungan terha- dap hama penyakit secara biologis serta pemupukan yang opti- mal, pada tingkat usaha tani, akan lebih dikembangkan. Guna membina dan mengkoordinasikan kegiatan pengujian dan demplotdemplot, telah dikembangkan Balai Penyuluhan Pertanian yang berfungsi sebagai jembatan penghubung antara penelitian dan penyuluhan, dan tempat ini merupakan "home base" para PPL.
Untuk memanfaatkan air pengairan secara optimal, pembentukan dan kegiatan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) akan lebih ditingkatkan lagi, termasuk penyuluhan tentang pemba-ngunan saluran tersier dan kwarter, pencetakan sawah-sawah baru serta tata guna air pada tingkat usaha tani.
Kegiatan bimbingan dan penyuluhan pertanian dalam berpan- ca usaha akan ditingkatkan melalui pendekatan kelompok serta pembinaan terhadap para Kontak Tani dan kelompok-kelompok ta- ni dengan cara Intensifikasi Khusus (Insus). Adapun untuk daerah-daerah yang masih rawan pangan akan dilakukan secara Operasi Khusus (Opsus).
Di samping para kontak tani kepada kaum wanita akan diadakan dan ditingkatkan kursus-kursus teknologi di bidang produksi, cara-cara penyimpanan dan pemanfaatan hasil-hasil pertanian untuk perbaikan gizi keluarga, termasuk pemanfaatan tanaman pekarangan, peternakan, perikanan dan lain sebagainya.
Kegiatan perluasan areal (ekstensifikasi) erat kaitannya dengan perluasan irigasi baru dan kegiatan pencetakan sawah. Kegiatan perluasan areal baru dengan memanfaatkan tanah kering, padang alang-alang serta daerah pasang surut, sawah tadah hujan serta tegalan dikaitkan dengan program transmigrasi dan pemukiman kembali penduduk serta pengembangan perkebunan inti tanaman pangan. Di daerah-daerah baru tersebut dileng-kapi dengan berbagai perangkat institusi pelayanan pertanian agar dalam waktu singkat para transmigran dapat di ikut sertakan dalam intensifikasi.
Penggunaan alat-alat dan mesin pertanian akan dilaksana-kan secara selektif mengingat keragaman kondisi fisik dan sosial ekonomi setempat. Untuk itu akan dilakukan evaluasi dan uji lapang terhadap penggunaan alat dan mesin tertentu, sebelum digunakan secara luas.
Dari kegiatan-kegiatan intensifikasi, diversifikasi dan ekstensifikasi tersebut di atas, baik luas intensifikasi tanaman pangan maupun hasil rata-rata per hektarnya, selama Repelita IV diperkirakan akan meningkat. Dalam Repelita IV akan diusahakan pencetakan sawah sekitar 350.000 ha.
Produksi beras diharapkan terus meningkat dari 23.462 ri-bu ton beras dalam tahun 1983, pada akhir Repelita IV diperkirakan akan mencapai 28.624 ribu ton beras. Perkiraan pro‑
duksi beras pada akhir Repelita IV (1988) tersebut diperoleh dari perkiraan luas panen sebesar 9.726 ribu ha, dari hasil rata-rata per ha sebesar 2,94 ton beras per ha (Tabel 9 - 2).
Pertumbuhan program tanaman pangan secara keseluruhan yang terdiri dari beras, palawija, sayuran dan buah-buahan diperkirakan sedikit-dikitnya sama dengan Repelita III, yakni kira-kira 3% per tahun. Dalam pada itu diusahakan agar pertumbuhan dari beberapa komoditi palawija seperti kedelai dan kacang tanah lebih tinggi dari pada selama Repelita III. Demikian pula beberapa komoditi sayuran dan buah-buahan seperti bawang merah dan bawang putih serta jeruk.
2. Program Peningkatan Produksi Peternakan
Dalam program peningkatan produksi peternakan kegiatan utamanya adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit, pengadaan dan penyebaran bibit unggul ternak atau unggas serta hijauan makanan ternak yang dikaitkan dengan pembinaan pro-duksi dan teknik produksi peternakan dan penyuluhan atau bimbingan kepada peternak. Di samping itu pengembangan fasilitas pemasaran dan pengolahan dilakukan dalam rangka pengembangan koperasi.
Untuk menekan kematian ternak serendah mungkin, pengamanan ternak akan dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberan- tasan penyakit tersebar di seluruh propinsi. Untuk ini akan diberikan bantuan obat-obatan dan vaksin kepada peternakan rakyat kecil. Di samping itu diusahakan agar peternak dapat mencegah dan memberantas penyakit dengan swadaya sendiri. Bantuan obat-obatan dan vaksin hanya diberikan bila terjadi eksplosi penyakit menular. Selanjutnya produksi obat-obatan
TAPEL9- 2
PERKIRAAN LUAS PANEN, RATA-RATA HASIL PER HA DAN PRODUKSI BERAS,1)
1984 - 1988
| 1984 | 1985 | 1986 | 1987 | 1988 |
1. a. Luas panen seluruhnya (ribu ha) | 9.179 | 9.360 | 9.548 | 9.637 | 9.726 |
b. Luas panen intensifikasi (ribu ha) | 7.747 | 8.073 | 8.402 | 8.865 | 9.240 |
- Insus | 4.402 | 5.022 | 5.832 | 6.521 | 7.211 |
- Inmum | 3.345 | 3.051 | 2.570 | 2.344 | 2.029 |
c. Non intensifikasi | 1.432 | 1.287 | 1.146 | 772 | 486 |
2. a. Hasil rata-rata per ha (kwintal) | 26,91 | 27,54 | 28,14 | 28,78 | 29,43 |
b. Hasil rata-rata per ha Intensifikasi (kwintal) | 28,95 | 29,44 | 29,87 | 29,94 | 30,21 |
- Insus | 32,39 | 32,50 | 32,60 | 32,68 | 32,73 |
- Inmum | 24,41 | 24,40 | 23,66 | 22,34 | 21,24 |
c. Non intensifikasi | 15,89 | 15,66 | 15,46 | 15,42 | 15,31 |
3. a. Produksi seluruhx,a2)(ribu ton) | 24.701 | 25.781 | 26.867 | 27.736 | 28.624 |
b. Produksi Intensifikasi (ribu ton) | 22.425 | 23.766 | 25.095 | 26.546 | 27.913 |
- Insus | 14.260 | 16.321 | 19.014 | 21.310 | 23.603 |
- Inmum | 8.165 | 7.445 | 6.081 | 5.236 | 4.310 |
c. Non intensifikasi | 2.276 | 2.015 | 1.772 | 1.190 | 711 |
1) Dalam perhitungan laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, nilai tambah padi diperhitungkan di sektor pertanian sedang nilai tambah beras diperhitungkan di sektor industri.
2) Laju pertumbuhan produksi setiap tahun selama Repelita IV rata-rata 4%.




(Lanjutan Grafik 9 - 1) (kwintal)


1984 1985 1968 1987 1988
1984 1985 1986 1987 1988
dan vaksin akan ditingkatkan melalui penyediaan fasilitas kredit. Demikian pula sistem dan pengorganisasian pengamanan ternak akan disempurnakan. Selain itu mutu dan jumlah vaksi-nator akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk membina dan memperbaiki mutu genetik ternak akan terus ditingkatkan kegiatan Inseminasi Buatan (I.B) dengan meningkatkan produksi frozen semen dari pejantan unggul yang mempunyai mutu genetik yang baik di Lembang (Jawa Barat) dan Singosari (Jawa Timur). Selain peningkatan jumlah frozen se- men, untuk berhasilnya usaha I.B. tersebut, akan ditingkatkan pula ketrampilan para petugas Inseminator yakni dengan meng-adakan kursus-kursus inseminator dan penyuluhan lapangan.
Untuk memperbaiki mutu karkas ternak, akan ditingkatkan pembinaan mutu genetik ternak dan pembinaan makanan ternak melalui penyediaan bibit hijauan makanan ternak yang sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah masing-masing. Dalam hubungan ini akan ditingkatkan Pusat-pusat Pembibitan Legume.
Hijauan Makanan Ternak, terutama di sentral-sentral pro-duksi ternak, yaitu di Cisarua (Jawa Barat), Baturaden (Jawa Tengah), Indrapuri (D.I. Aceh), Siborong-borong (Sumatera Utara), Sembawa (Sumatera Selatan) dan Serading (Nusa Tengga- ra Barat). Bibit tersebut akan diperbanyak di kebun-kebun pe-nangkar yang kemudian disebarkan kepada peternak untuk dita- nam pada masing-masing tanahnya. Di samping itu untuk memanfaatkan tanah-tanah perkebunan dan atau kehutanan sebagai sumber makanan hijauan usaha-usaha perkebunan/kehutanan akan dilakukan secara terpadu dengan usaha pengadaan hijauan ma- kanan ternak.
Selanjutnya untuk mendorong partisipasi sektor swasta da- lam kegiatan perkembangan peternakan rakyat dengan sistem Perusahaan Inti Rakyat, akan dibantu dengan penyediaan kredit dari perbankan.
Dalam hubungannya dengan perluasan usaha peternakan di luar Jawa, prosedur memperoleh Hak Guna Usaha untuk padang rumput, akan disederhanakan.
Sejalan dengan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, akan ditingkatkan tenaga teknis yang trampil dan tenaga penyuluh yang baik. Untuk itu pembangunan sarana penyuluhan seperti demplot dan pembinaan organisasi peternak akan terus ditingkatkan dan disempurnakan. Demikian pula penyuluh pertanian lapangan (PPL), penyuluh pertanian spesialis (PPS) dan kontak tani, akan ditingkatkan baik mutu maupun jumlahnya, khususnya di daerah-daerah sentral produksi.
Diharapkan dari kebijaksanaan tersebut di atas maka popu-lasi ternak sapi dan kerbau masing-masing meningkat dengan 1,2% dan 1,0%. Ternak lainnya seperti domba dan kambing, dalam Repelita IV diharapkan masing-masing naik dengan 3% se- tiap tahunnya. Populasi sapi perah diharapkan naik dengan 14,4% setiap tahun. Sedangkan ayam bukan ras dan itik akan meningkat masing-masing dengan 5,2% dan 6,4%, dan ayam ras sebesar 7,1% setiap tahunnya. Dengan perkembangan populasi tersebut pertumbuhan program peternakan selama Repelita IV diharapkan sedikit-dikitnya sebesar 2,1% per tahun.
3. Program Peningkatan Produksi Perikanan.
Kegiatan utama dari program ini antara lain : (1) penga- daan sarana dan prasarana perikanan; (2) pembinaan usaha pe‑
471
rikanan; (3) pembinaan sumber-sumber hayati perikanan; (4) pengembangan teknik produksi dan pasca panen dan (5) pembina-an mutu hasil-hasil perikanan.
Pengadaan prasarana perikanan ditujukan untuk menyediakan fasilitas prasarana untuk menunjang kegiatan berproduksi dan pemasaran ikan dari para nelayan dan petani ikan. Bagi usaha penangkapan, khususnya penangkapan ikan laut, prasarana yang dikembangkan adalah pusat pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan. Prasarana tersebut antara lain berupa dermaga, tanggul penahan gelombang, pemeliharaan alur-alur pelayaran kapal ikan dan pengerukan sungai, tempat pelelangan ikan dan penyediaan air bersih. Karena tempat pendaratan ikan ini akan berfungsi sebagai pusat pengembangan usaha perikanan, sekaligus pusat penyebaran informasi perikanan, maka dalam peningkatan dan pengembangannya akan diperhatikan selain persyaratan teknis juga persyaratan-persyaratan sosial ekonomi, dan peranannya dalam pembangunan wilayah khususnya pembangunan desa-desa pantai.
Dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelabuhan perikanan dalam Repelita IV akan dibangun beberapa pelabuhan perikanan baik dalam rangka menunjang pembangunan desa pantai maupun dalam rangka peningkatan pemanfaatan "Zone Ekonomi Eksklusif 200 mile". Pembangunan dari prasarana perikanan terutama akan dilakukan di daerah-daerah potensial tinggi, diantaranya di daerah-daerah Indonesia bagian timur. Sedangkan terhadap pelabuhan perikanan yang sudah ada akan lebih ditingkatkan lagi pemanfaatannya.
Dalam usaha budidaya perikanan (perikanan tambak dan kolam) pembangunan sarana dan prasarananya antara lain berupa
pembangunan dan rehabilitasi balai-balai benih ikan/udang dan saluran-saluran irigasi untuk usaha pertambakan dan perkolam- an. Usaha perluasan pertambakan diantaranya akan dilakukan melalui Inti Tambak Rakyat di daerah-daerah yang potensial baru antara lain seperti Jawa, dimulai di Jawa Barat, Sulawe- si, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan.
Pengembangan usaha peningkatan budidaya ikan di perairan umum akan dikembangkan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Pembinaan perikanan yang pada dasarnya adalah penyuluhan, terutama sekali diarahkan untuk membantu petani ikan dan perusahaan-perusahaan perikanan memperoleh pengetahuan baik tek- nis maupun ekonomis agar usahanya dapat berkembang. Dalam pembinaan ini prioritas utama ditujukan kepada para nelayan dan petani ikan serta para pengolah hasil-hasil perikanan tradisional. Pembinaan dilaksanakan melalui penyebaran infor-masi teknologi perikanan, pengajaran kecakapan dan ketrampil- an, pemberian bimbingan dan bantuan teknis, pemberian percon tohan teknis dan pemberian konsultasi/rekomendasi. Dalam meningkatkan kedudukan ekonomi dari para nelayan dan petani ikan, diarahkan agar diantara mereka dapat dilakukan usaha secara bersama-sama melalui usaha koperasi.
Pengembangan teknik produksi dan pasca panen merupakan mata rantai penghubung antara kegiatan penelitian perikanan dan pembinaan serta penyuluhan nelayan dan petani ikan, de- ngan melaksanakan pengujian dan percobaan teknik berproduksi tepatguna yang terjangkau oleh kemampuan teknologi dan pembiayaan perikanan rakyat.
Untuk meningkatkan mutu hasil perikanan baik untuk ekspor maupun untuk konsumsi dalam negeri kepada para nelayan dan pengusaha pengolahan akan diberikan penyuluhan tentang cara- cara penanganan pengolahan, pengawetan, pembungkusan dan penyimpanan ikan serta pengangkutan.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan pertumbuhan dari program perikanan akan meningkat sedikit-dikitnya sebesar 2,4% per tahun.
4. Program Peningkatan Produksi Perkebunan.
Baik dalam rangka intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi maupun diversifikasi, kegiatan utama program ini meli- puti antara lain penyuluhan, pengadaan sarana produksi dan pemberantasan hama penyakit tanaman.
Usaha intensifikasi dan rehabilitasi terutama untuk budi-daya tanaman tembakau, tebu, kapas, serat, kelapa, kopi, teh, cengkeh, dan lada. Intensifikasi tembakau akan dilakukan terutama di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara. Da-erah intensifikasi kopi terutama di Jawa, Bali, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu. Intensifikasi lada diutamakan di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, D.I. Aceh, Kali-mantan Barat. Intensifikasi kelapa tersebar hampir di seluruh Indonesia.
Usaha ekstensifikasi dan peremajaan terutama dilaksanakan melalui sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan unit pelaksa- na proyek (UPP) misalnya untuk budidaya tanaman karet, kelapa sawit, kelapa (hybrida dan kelapa dalam) tebu dan kapas. Perluasan tanaman karet diutamakan pada daerah-daerah Sumatera,
Kalimantan. Kelapa sawit akan diperluas antara lain di dae- rah-daerah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Kelapa ter- utama akan diperluas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Malu- ku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Sedangkan perluasan tanaman tebu terutama di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sula- wesi Selatan, Timor Timur dan Irian Jaya. Kapas akan diperlu- as di daerah bagian timur seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dan daerah lainnya yang dimungkinkan untuk kapas.
Perkiraan luas areal intensifikasi dan rehabilitasi pada akhir Repelita IV antara lain adalah : tembakau 100.000 ha, tebu 367.000 ha, kapas 175.000 ha, tanaman serat 48.000 ha, dan lada 10.000 ha.
Perkiraan perluasan areal pada akhir Repelita IV antara lain : karet seluas 648.000 ha, kelapa sawit 480.000 ha, ke- lapa 346.000 ha, tebu 115.000 ha, dan kapas 75.000 ha.
Sebagai hasil dari usaha-usaha yang telah dilaksanakan dalam Repelita sebelumnya diharapkan selama Repelita IV pertumbuhan program perkebunan akan lebih tinggi dari pada sela- ma Repelita III yakni sedikit-dikitnya sebesar 3,7% per tahun. Peningkatan tersebut terutama akan diperoleh dari komoditi kelapa sawit, karet dan kelapa.
5. Program Peningkatan Produksi Kehutanan.
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan produktivi- tas kawasan hutan dan hutan rakyat baik berupa bahan maupun jasa; (2) meningkatan kesempatan kerja dan kesempatan berusa- ha di bidang kehutanan; (3) meningkatkan penghasilan devisa
475
dari berbagai ekspor basil hutan dan jasa; (4) meningkatkan penyediaan hasil hutan bagi keperluan pembangunan di dalam negeri; (5) mengembangkan intensifikasi pengusahaan hutan, keanekaragaman hasil hutan dan pembinaan usaha peningkatan mutu hasil hutan.
Dalam program ini diharapkan dapat direhabilitasi kawasan hutan di Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Lampung agar mampu meningkatkan produktivitasnya pada Repeli- ta VI. Sasaran kegiatan ini meliputi kawasan hutan seluas 950.000 ha yang merupakan hutan produksi tetap. Di samping itu dilakukan juga intensifikasi hutan dengan menggunakan sistem hutan tanaman serbaguna dengan campuran berbagai la- pisan tajuk. Usaha pengendalian kerusakan hutan produksi akan ditingkatkan pula melalui usaha peningkatan peranserta masyarakat di sekitar kawasan hutan. Di samping kawasan hutan produksi yang dikuasai negara tersebut diatas juga akan dikembangkan usaha pembinaan produksi hutan rakyat agar produktivitasnya tidak menurun dan bahkan diusahakan agar meningkat dengan pembinaan di bidang bibit dan teknik penanaman, pemeliharaan tegakan dan pengolahan hasil serta pemasarannya.
Di samping hasil hutan berupa kayu akan dikembangkan pula produksi rotan, damar dan getah, tengkawang, arang, sutera alam, dan lain-lain.
Selama tahun-tahun terakhir Repelita III produksi kayu bulat menunjukkan kecenderungan naik meskipun kegiatan ekspor dibatasi dengan ketat. Kenaikan produksi kayu bulat tersebut diharapkan akan terus dapat dikembangkan selama Repelita IV. Selama Repelita IV produksi kayu bulat ini diharapkan naik
sedikitnya sebesar 7,0% setiap tahun melalui usaha peningkat-an efisiensi pemungutan hasil. Produksi rotan, sutera alam, tengkawang, dan getah serta damar akan dinaikkan pula melalui pembinaan pusat-pusat produksinya dan penanaman baru. Dalam Repelita IV produksinya diperkirakan naik sebesar 6,5% setiap tahun. Pusat produksi tengkawang akan dikembangkan di Kalimantan Barat, sedangkan pusat produksi rotan yang akan dikembangkan adalah di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Pusat produksi sutera alam yang akan dikembangkan adalah di Sulawesi Selatan sebagai usaha lanjutan di atas secara menyeluruh akan dapat dinaikkan sebesar 6,6% setiap tahun. Dalam kaitan dengan peningkatan produksi hasil hutan tersebut akan ditingkatkan pula pembinaan badan usaha milik negara di bidang kehutanan untuk mengelola hutan hujan tropika, hutan tanaman, dan unit-unit usaha rotan dan tengkawang. Badan usaha milik negara tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi rotan dan lain-lain yang diusaha-kan oleh masyarakat. Dalam upaya peningkatan produksi kehutan- an akan dikembangkan usaha-usaha pemanfaatan limbah, peningka-tan efisiensi pengolahan hasil, peningkatan efisiensi pengolahan kawasan hutan dan peningkatan mutu kawasan hutan.
Ekspor kayu bulat pada tahun 1985 diharapkan dapat dihentikan sama sekali, sedangkan ekspor kayu olahan dan kayu la- pis diusahakan untuk terus meningkat. Ekspor rotan diharapkan juga dapat dikembangkan terus dalam bentuk bahan jadi (Tabel 9-3).
Untuk meningkatkan produksi hutan di Jawa dan Bali, usaha intensifikasi pengelolaan hutan akan dikembangkan, sedangkan
477
TABEL 9 - 3
PERKIRAAN PRODUKSI BASIL MA'AM
1984/85 - 1988/89
| Satuan | 1984/85 | 1985/86 | 1986/87 | 1987/88 | 1988/89 | Laju Pertumbuhan Rata-rata' |
| | | | | | | per Tahun (t) |
1. Produksi Kayu Bulat | (ribu m³) | 28.500 | 30.500 | 32.600 | 34.900 | 37.500 | 7,1 |
Gelondongan 2. Produksi Basil Hutan | (ribu ton) | 240 | 260 | 280 | 290 | 310 | 6,6 |
di Sumatera dan Kalimantan diusahakan untuk dikembangkan suatu pola pengusahaan hutan yang lebih mantap yang menjamin kelestarian produksi.
Di Jawa dan Kalimantan akan dikembangkan pembangunan pu- sat-pusat perkayuan untuk menjamin kemantapan distribusi kayu dan pembinaan mutu hasil hutan. Tahap pertama akan dikembang- kan pusat pendaratan kayu di Marunda (DKI Jakarta) yang diharapkan dapat menampung 2,6 juta m3 kayu bulat setahun. Di samping itu akan dipertimbangkan pula pembangunan fasilitas ekspor kayu di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.
Untuk mencegah penurunan mutu hutan-hutan produksi maka pada Repelita IV akan dikembangkan usaha untuk pengendalian perladangan berpindah dan pembentukan daerah penyangga di sekitar hutan produksi untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh hasil hutan yang diperlukan secara lesta- ri. Di Jawa dan Bali usaha pengamanan hutan akan lebih ditingkatkan melalui pembinaan hutan kemasyarakatan bersama-sa- ma dengan masyarakat sekitar hutan. Di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya pengendalian kegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) akan lebih ditingkatkan agar kelestari- an hasil dapat dipertahankan. Sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) akan dikembangkan lebih lanjut agar penerapan di lapang- an dapat dengan mudah diikuti dan dikendalikan.
Di samping produksi bahan yang berupa kayu dan hasil hu- tan lainnya, produksi jasa perlindungan, jasa pariwisata, dan lapangan kerja baru akan terus dikembangkan. Untuk keperluan tersebut rehabilitasi hutan lindung dan taman wisata akan le- bih dikembangkan lagi. Pembangunan taman nasional Leuser‑
479
Langkat, Bukit Barisan Selatan, Ujung Kulon, Meru Betiri, Baluran, Ijen-Yang, Bali Barat, Komodi, G. Gede-Pangrango, Tangkuban Perahu dan lainnya, akan diteruskan dan lebih ditingkatkan. Kegiatan ini dikaitkan dengan usaha pembangunan daerah tujuan wisata.
Program ini juga akan mengembangkan produksi energi bio-masa bagi masyarakat pedesaan di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan serta Sumatera Utara. Di samping itu pengembangan produksi lebah madu, rumput makanan ternak, umbi-umbian dan bahan obat-obatan ditingkatkan dalam pola hu- tan kemasyarakatan.
Program ini ditunjang pula oleh program penyelamatan hu-tan, tanah dan air, program pendidikan dan latihan, program penelitian, program pembinaan sumber alam dan lingkungan hi- dup, program transmigrasi, program pengembangan dunia usaha dan lain-lain.
6. Program-program Penunjang dari Sektor lain
Di samping program-program utama tersebut, sub sektor pertanian ditunjang oleh program-program dari sektor-sektor lain. Program-program tersebut antara lain :
(1) Program Pendidikan dan Latihan Pertanian.
Guna meningkatkan berbagai kegiatan dalam rangka intensifikasi, diversifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi perta-nian dalam program peningkatan produksi hasil-hasil pertanian diperlukan tenaga petugas pertanian yang memadai, baik jum-lahnya maupun mutunya dengan penyelenggaraan berbagai macam latihan dan kursus ketrampilan pertanian. Untuk memenuhi ke‑
perluan tersebut, jumlah dan mutu Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) baik milik Pemerintah maupun milik Swasta akan ditingkatkan. Selanjutnya peranan SPP dalam pembangunan pertanian akan ditingkatkan, bukan hanya dalam menyediakan tena- ga tamatan saja melainkan juga dalam melancarkan dan membina masyarakat sekitarnya dalam peningkatan produktivitas pertanian. Selama Repelita IV jumlah SPP akan ditingkatkan sebanyak 38 unit, berarti akan menghasilkan lulusan SPP sebanyak 40.000 orang.
Pembangunan pertanian memerlukan petugas yang berpengetahuan luas, cakap dan trampil. Prioritas latihan petugas pertanian akan diberikan kepada petugas-petugas yang menangani kegiatan-kegiatan prioritas dari program-program pokok maupun program-program penunjang dari pembangunan pertanian.
Untuk meningkatkan jumlah dan mutu petugas yang dilatih, maka Balai Latihan Petugas Pertanian yang ada akan diperguna-kan secara efektif dan ditingkatkan mutunya. Selama Repelita IV, diharapkan sebanyak 90.000 orang petugas pertanian dapat dilatih.
Untuk menunjang pembangunan bidang kehutanan yang membutuhkan tenaga menengah yang trampil yang cukup banyak dalam Repelita IV akan dibangun dan ditingkatkan pelaksanaan pendidikan Sekolah Kejuruan Kehutanan tingkat Menengah Atas. Se-lain itu akan ditingkatkan pula Balai Latihan Kehutanan yang ada serta ditambah dengan dua Balai Latihan yang baru di Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya.
(2) Program Penelitian Pertanian dan Pengairan.
Penelitian pertanian yang dilaksanakan mencakup komoditi
tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan dan penelitian bidang masalah lintas sektoral, seperti agro eko-nomi, sumber daya alam yang terangkum dalam berbagai kegiatan penelitian.
Dalam rangka pengembangan produksi tanaman pangan, dan hortikultura pada lahan sawah, lahan kering, pasang surut, rawa dataran rendah dan dataran tinggi, kegiatan akan diprioritaskan pada : (1) penelitian untuk menemukan varietas ung- gul baru dengan produktivitas tinggi, umur pendek, tahan terhadap hama dan penyakit utama, toleran terhadap tekanan lingkungan serta tahan terhadap penyimpanan; (2) penelitian hama dan penyakit; (3) penelitian teknologi pasca panen; (4) penelitian teknologi pengolahan penggunaan alat dan mesin perta- nian untuk kegiatan pra dan pasca panen; (5) penelitian untuk mengidentifikasi potensi sumber daya alam untuk pengembangan produksi tanaman di lahan kering, pasang surut , rawa serta lahan kritis.
Penelitian bidang peternakan dalam usaha meningkatkan produksi dan pengembangan peternakan meliputi kegiatan-ke- giatan : (1) penelitian potensi dan pengembangan peternakan di berbagai wilayah yang potensial tinggi di wilayah lahan kering; (2) penelitian pemulihan ternak terutama ternak berproduksi cepat dalam meningkatkan produksi susu, telur dan daging serta dalam rangka penggunaan ternak sebagai sumber tenaga kerja, pupuk dari energi; (3) penelitian teknologi pengawetan dan pengolahan hasil ternak; (4) penelitian peningkatan produksi hijauan makanan ternak dan pemanfaatan limbah pertanian dan industri sebagai makanan ternak, dan (5) pene- litian kesehatan ternak.
Penelitian dalam rangka pengembangan produksi perikanan meliputi : (1) pemuliaan ikan berdaya mampu produksi tinggi, mudah berkembang biak dan tahan penyakit; (2) peningkatan teknik pembenihan ikan dan jasad akuatik non ikan seperti udang, kodok, kerang dan rumput laut; (3) penelitian teknolo- gi budi daya ikan jasad akuatik non ikan di air tawar, payau, perikanan pantai dan laut serta budidaya ikan terpadu dengan komoditi non perikanan; (4) pengendalian hama dan penyakit ikan dan jasad akuatik non ikan; (5) pencapaian daerah baru yang potensial untuk budi daya ikan; (6) pencarian daerah- daerah baru penangkapan ikan yang potensial dalam rangka pemanfaatan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE); (7) perbaikan tekno- logi penangkapan ikan, dan (8) teknologi pasca panen hasil perikanan.
Penelitian tanaman perkebunan meliputi kegiatan-kegiatan: (1) penemuan varietas unggul, benih hibrida dan penelitian kultur jaringan; (2) teknologi benih (cara pengadaan, penyimpanan dan perbanyakan); (3) pengendalian bulma, hama dan penyakit; (4) pengelolaan tanaman (jarak tanam, pemupukan dan hubungan variable iklim dan produksi); (5) pola tanam; (6) metode pra panen, panen dan pasca panen; (7) perluasan areal tanaman perkebunan dan (8) teknologi pengolahan bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi pada berbagai komoditi untuk meningkatkan nilai basil komoditi, kesejahteraan petani serta pemanfaatan tenaga petani.
Penelitian bidang kehutanan meliputi : (1) penelitian un- tuk menunjang inventarisasi dan pengukuhan hutan; (2) peneli- tian identifikasi dan teknologi konservasi sumber daya alam; (3) penelitian reboisasi dan penghijauan; (4) penelitian ane‑
ka guna hutan dan pengembangan hutan serba guna; (5) peneli- tian perlindungan dan pengamanan hutan; (6) penelitian pengelolaan dan pengembangan daerah aliran sungai (DAS); (7) penelitian pengendalian perladangan berpindah; (8) penelitian pengembangan hasil hutan non kayu, dan (9) penelitian energi biomasa.
(3) Program Transmigrasi.
Dalam program yang menunjang transmigrasi kegiatan pokoknya adalah menyediakan sarana produksi pertanian dan sarana penyuluhan pertanian bagi para transmigran. Persiapan lahan bagi transmigrasi akan dilaksanakan sesuai dengan pengemba- ngan ekstensifikasi pertanian. Pola pengembangan pertanian di daerah transmigrasi akan didasarkan pada hasil-hasil-peneli- tian dan pengembangan pertanian.
B. PENGAIRAN
Dalam Sub Sektor Pengairan program yang langsung menunjang peningkatan produksi pertanian, terdiri dari: (1) pro-gram perbaikan dan pemeliharaan jaringan pengairan; (2) pro-gram pembangunan jaringan irigasi. dan (3) program pengembangan daerah rawa.
Di samping program-program tersebut terdapat beberapa program dari sub sektor lain yang bersifat menunjang secara langsung program sub sektor pengairan.
1. Program Perbaikan dan Pemeliharaan Jaringan Pengairan.
Usaha-usaha perbaikan dan pemeliharaan prasarana peng-
airan dimaksudkan untuk mengembalikan dan meningkatkan kemampuan pelayanan jaringan pengairan dalam penyediaan air irigasi, serta menjaga tingkat pelayanan jaringan yang sudah ada sesuai dengan yang direncanakan terutama dalam rangka menunjang kegiatan intensifikasi pertanian pangan termasuk usaha pengembangan perikanan tambak. Usaha-usaha tersebut dilaksanakan dengan perbaikan dan penggantian saluran dan bangunan air, perbaikan waduk dan bendungan, pengamanan bangunan pengairan yang sudah dalam kondisi kritis, serta tambahan saluran dan bangunan irigasi termasuk tersier agar air irigasi dapat dimanfaatkan lebih merata dan efektif di tingkat usaha tani.
Mengingat bahwa program perbaikan jaringan pengairan terutama berada di Jawa yang berpenduduk padat di mana terdapat berbagai pembangunan sektor lain seperti prasarana jalan, pemukiman dan sebagainya yang akan menggunakan lahan berpengairan, dalam waktu yang akan datang, penentuan jaringan-jaringan pengairan yang akan direhabilitasi akan memperhitung-kan pula perkiraan penggunaan-penggunaan lahan untuk keperlu-an di luar sektor pertanian. Di lain pihak terdapat suatu kebijaksanaan dalam pertanahan dimana akan sangat dibatasi penggunaan-penggunaan lahan pertanian yang subur dan beririgasi untuk tujuan-tujuan sektor-sektor di luar sektor pertanian.
Untuk menjaga agar jaringan pengairan yang sudah diperbaiki dapat tetap berfungsi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya diperlukan usaha pemeliharaan dan pengelolaan yang memadai. Dalam kaitan usaha tersebut, melalui program ini akan dilaksanakan kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan waduk-waduk dan jaringan pengairan yang besar-besar. Di samping itu untuk meningkatkan partisipasi petani dalam usaha pemeliharaan jaringan pengairan diusahakan melibatkan sedini mungkin para
petani dan lembaga-lembaga lain yang menerima manfaat air irigasi serta instansi-instansi yang berkepentingan dalam kegiatan-kegiatan perbaikan jaringan pengairan.
Dalam hubungan dengan usaha pelestarian fungsi jaringan pengairan tersebut baik dari segi sumber-sumber air maupun pengamanan saluran dan bangunan air terhadap kerusakan akibat banjir dan pelumpuran/sedimentasi, diperlukan dukungan dari sektor-sektor lain yang berkaitan dengan usaha-usaha memper-baiki kemampuan dan kondisi wilayah sungai bagian hulu dalam fungsinya sebagai daerah penangkap hujan dan sumber air serta mengurangi kerusakan lahan akibat erosi. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup penghijauan dan reboisasi dan kegiatan-kegiatan konservasi tanah dengan peranserta aktif dari penduduk di wilayah tersebut.
Usaha perbaikan jaringan irigasi dalam Repelita IV direncanakan sekitar 360.000 ha yang selain mengembalikan kemampuan jaringan irigasi juga sekaligus meningkatkan intensi- tas tanam. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain dilaksana- kan didaerah-daerah Jati luhur, Cirebon dan Rentang sekitar 49.000 ha, di daerah Pemali Comal dan Semarang Barat 19.000 ha, di daerah Pemali Comal dan Semarang barat 19.000 ha, di daerah Madiun, Kediri dan daerah Jawa Timur lainnya 65.000 ha, di Aceh Utara dan Barat 20.000 ha, di daerah Simalungun Sumatera Utara 44.000 ha, di daerah Way Sekampung - Lampung Tengah 27.000 ha, di Sulawesi Selatan 55.000 ha, daerah Lom- bok - Sumbawa 18.000 ha, Flores dan daerah-daerah lainnya di berbagai propinsi.
2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi
Pembangunan jaringan irigasi diarahkan untuk menunjang
perluasan areal pertanian dan juga untuk menunjang intensifi-kasi pertanian. Kegiatan pembangunan irigasi dalam menunjang perluasan sawah beririgasi mencakup areal yang semula merupa- kan sawah tadah hujan, lahan pertanian tanah kering atau lahan bekas perkebunan, serta lahan-lahan baru yang sebelumnya merupakan padang alang-alang, dan semak belukar.
Pembangunan jaringan irigasi dalam rangka menunjang perluasan areal pertanian akan diarahkan di luar Jawa, di daerah transmigrasi dan daerah-daerah yang petaninya sudah biasa dan berhasrat bersawah, serta bersedia mencetak sawah untuk lahan yang sebelumnya bukan sawah agar jaringan irigasi tersebut kelak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kriteria lain dalam penentuan lokasi adalah: kecocokan tanah untuk pertanian terutama padi, kualitas air, status tanah, fasilitas prasarana lain seperti jalan untuk kemudahan usaha, sarana produksi dan pemasaran hasil, serta perencanaan dengan memperhatikan kemungkinan potensi untuk pertanian lainnya seperti untuk perikanan tambak.
Dalam merencanakan sesuatu jaringan irigasi baru, ter- utama di daerah-daerah tertentu dimana berkembang pula pembangunan di sektor lain seperti pemukiman, perindustrian, pertambangan dan sebagainya, penyediaan air yang akan dimanfaat- kan untuk pertanian akan susah memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan untuk sektor lain. Kebijaksanaan ini, terutama akan le- bih ditonjolkan agar terdapat keseimbangan antara persediaan dan pemanfaatan air dengan berbagai kebutuhan yang ada di berbagai sektor. Pemenuhan kebutuhan air untuk sektor di luar pertanian masih sangat ketinggalan.
Jaringan irigasi yang akan dibangun dalam Repelita IV
direncanakan mencakup areal seluas 600.000 ha dan jaringan tersier seluas 720.000 ha, yang terdiri dari: (a) Pembangun- an jaringan irigasi sedang dan kecil yang tersebar dan men-jangkau daerah-daerah terpencil hampir di semua propinsi, dengan biaya relatif murah dan dapat segera berfungsi. (b) Pengembangan irigasi khusus yang pada umumnya merupakan pembangunan irigasi besar yang memerlukan pengamanan dan pelak-sanaan secara khusus, serta pada beberapa jaringan irigasi dilengkapi dengan waduk-waduk besar untuk menjamin penyediaan air terutama pada musim kemarau. Kegiatan-kegiatan tersebut yang sebagian besar lanjutan dari Repelita III antara lain dilaksanakan di daerah Teluk Lada dan Banten Selatan dan Suka- bumi Jawa Barat sekitar 20.000 ha, di daerah Kedu Selatan dan Sidareja Jawa Tengah sekitar 34.000 ha, di daerah Krueng Jrue (Aceh Besar), Krueng Baro (Aceh Pidie) dan daerah Jambu Aye-Arakundo 28.000 ha, di daerah Batang Gadis (Tapanuli Selatan) dan Namu Sira-Sira sekitar 9.000 ha, di daerah Pasaman, Sawahlunto dan Sijunjung Sumatera Barat 15.000 ha, di daerah Beli- tang - Komering 16.000 ha, Way Rarem Lampung Utara 9.000 ha, Riam Kanan Kalimantan Selatan 4.000 ha, di daerah Dumoga (Boo-lang Mongondow) Sulawesi Utara 4.000 ha, di daerah Parigi-Poso 15.000 ha, di daerah Luwu dan Sanrego (Bone) Sulawesi Selatan 18.000 ha, Wawotobi (Kendari - Kolaka) Sulawesi Tenggara 8.000 ha, di seluruh Bali 16.000 ha, pembangunan embung-em- bung (waduk lapangan) di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tengga- ra Timur, di daerah Prafi, Genyem di Irian Jaya. (c) Usaha pengembangan air tanah di daerah-daerah rawan dan langka air permukanan untuk pertanian dan juga penambahan keperluan ru- mah tangga akan dikembangkan di daerah-daerah Pati, Gemolong dan Klaten Selatan di Jawa Tengah, Yogyakarta Selatan, di Bo‑
jonegoro, Lamongan, Madura di Jawa Timur, Bali, Lombok, Flo- res dan beberapa daerah lainnya yang mencakup areal sekitar 36.000 ha.
3. Program Pengembangan Daerah Rawa
Usaha perluasan areal pertanian juga dikembangkan dengan memanfaatkan lahan rawa pasang surut dan rawa bukan pasang surut yang dikaitkan pula dengan kegiatan transmigrasi dan pemukiman penduduk, yang dilaksanakan dengan mengadakan reklamasi lahan rawa berupa pembuatan saluran dan bangunan drainase, sehingga daerah rawa yang tidak produktif dapat dikembangkan menjadi daerah pusat-pusat produksi pertanian baru.
Jaringan drainase pasang surut yang sudah dibangun dalam rangka pembukaan lahan rawa sifatnya masih sederhana dan merupakan tahap pertama yang masih memerlukan penyempurnaan. Untuk itu juga akan dilaksanakan peningkatan kondisi dan melengkapi prasarana tersebut agar dapat berfungsi dengan baik.
Dalam Repelita IV akan dilaksanakan reklamasi rawa pa- sang surut dan rawa bukan pasang surut masing-masing seluas 310.000 ha dan 150.000 ha di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Sumatera Sela- tan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya.
4. Program-program Penunjang dari Sektor Lain
Beberapa program yang termasuk sub sektor lain yang bersifat menunjang program-program sub sektor pengairan di antaranya adalah :
(1) Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Di dalam program ini pembangunan pengairan melalui ke- giatan persungaian ditujukan untuk mengamankan daerah produk- si pertanian, daerah pemukiman serta jalur-jalur pengangkutan terhadap gangguan bencana banjir. Oleh sebab itu sungai-sungai yang menjadi sumber air untuk jaringan irigasi yang ada perlu diamankan, dengan melakukan kegiatan-kegiatan pelurusan alir- an, sudetan, pembuatan saluran banjir, pembuatan tanggul, perkuatan dan perlindungan tebing, pembuatan saluran banjir dan lain-lain.
Pembangunan waduk-waduk di samping untuk pencegahan ban- jir juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi, air minum, pembangkit listrik tenaga air dan manfaat lainnya se- perti pertanian, pariwisata dan lain-lain termasuk dalam pro-gram ini. Dalam Repelita IV waduk-waduk besar yang akan dapat diselesaikan antara lain: (a) Waduk Wadas Lintang di daerah Kedu Jawa Tengah yang mampu menyediakan air untuk sekitar 31.000 ha, pengendalian banjir untuk daerah Mawas, pembangkit tenaga listrik 16 MW, serta untuk penyediaan air domestik. (b) Waduk Wonorejo di daerah Tulungagung Jawa Timur yang direncanakan dapat mengairi sawah 9.000 ha, tambahan penyediaan air untuk daerah Surabaya pada musim kering 8 m3/dt., tenaga listrik 2,5 MW dan pengendalian banjir. Selain waduk-waduk besar juga telah diselesaikan waduk-waduk kecil yang lebih bersifat untuk penyediaan air irigasi tersebar di berbagai propinsi.
Di samping waduk-waduk tersebut di atas, dalam Repeli- ta IV dimulai pembangunan waduk-waduk besar antara lain: (a) waduk Kedung Ombo di Grobokan Jawa Tengah yang direncanakan
untuk menambah penyediaan air irigasi seluas 53.000 ha, pengendalian banjir dan juga untuk pembangkit tenaga listrik; (b) waduk Jati gede di kabupaten Sumedang Jawa Barat di daerah aliran sungai Cimanuk yang direncanakan untuk meningkatkan jaminan penyediaan air irigasi di daerah Rentang sekitar 90.000 ha, pembangkit tenaga listrik sekitar 175 MW dan juga untuk pengendalian banjir. Selain waduk-waduk besar tersebut juga dikembangkan waduk-waduk kecil terutama dalam rangka penyediaan air irigasi tersebar di berbagai propinsi.
Di samping pengamanan sungai yang tersebar di propinsipropinsi juga dilanjutkan penanganan sungai-sungai besar dan yang secara khusus seperti Cimanuk, Bengawan Solo, Brantas, Arakundo, Sei Ular dan Bah Bolon. Usaha pengendalian banjir di kota-kota besar seperti Jakarta dan kota-kota lainnya serta penanggulangan bencana alam akibat lahar gunung berapi yang termasuk dalam program ini. Dalam Repelita IV usaha tersebut diperkirakan akan meliputi areal seluas 500.000 ha.
(2) Program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup.
Dalam rangka pelestarian dan pengembangan sumber-sumber air bagi keperluan pertanian, air minum, perkotaan dan Indus- tri serta ketenagaan, melalui program ini dilaksanakan berba- gai kegiatan inventarisasi kebutuhan air dan kualitas air, monitor dan evaluasi tingkat erosi dan pelumpuran serta inventarisasi sumber-sumber air yang dapat dikembangkan dan perlu usaha-usaha pelestariannya.
(3) Program Penelitian Pertanian dan Pengairan.
Melalui program ini sebagai dasar perencanaan pengembang- an sumber air dilaksanakan kegiatan-kegiatan penyusunan ren‑
491
cana induk pengembangan sumber air, perencanaan pengembangan wilayah sungai dan lingkungan pengairan, serta penelitian keadaan danau-danau dan waduk-waduk.
Dalam hubungan dengan kegiatan-kegiatan tersebut di atas dilaksanakan pemasangan dan observasi instalasi jaringan hidrologi dan hidrometeorologi yang dikaitkan dengan jaringan Hidrologi Nasional. Di samping itu juga dilaksanakan peneliti-an dan penyelidikan yang mencakup segi-segi hidrologi, geohidrologi dan hidrokimia, serta hidrolika bangunan pengairan.
(4) Program Pendidikan dan Latihan Pengairan.
Mengingat peranan pengairan dalam Repelita IV cukup be-sar dan hasil pembangunan pengairan terus meningkat, serta kemajuan ilmu dan teknologi di bidang pengairan, maka melalui program ini akan dilaksanakan latihan-latihan yang menghasilkan tenaga-tenaga teknis yang trampil, tenaga pengawas lapangan, tenaga penanggulangan akibat bencana alam gunung berapi, dan mempersiapkan tenaga-tenaga eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang sudah berfungsi.
TA8EL 9 - 4
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEEMPAT,
1984/85 - 1988/89
(dalam jutaan rupiah)
PERTANIAN DAN PENGAIRAN
| | 1984/85 | 1984/85-1988/89 |
No. Kole | SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM | (Anggaran Pembangunan) | (Anggaran Pembangunan) |
01 | SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN | 1.401.713,7 | 10.014.300,0 |
01.1 | Sub Sektor Pertanian | 883.401,7 | 5.346.300,0 |
| -- ----- | ----- | -----‑ |
01.1.01 | Program Peningkatan Produksi Tanaman Pangan | 537.150,7 | 2.966.318,0 |
01.1.02 | Program Peningkatan Produksi Peternakan | 44.109,0 | 316.857,6 |
01.1.03 | Program Peningkatan Produksi Perikanan | 50.945,2 | 351.520,5 |
01.1.04 | Program Peningkatan Produksi Perkebunan | 246.248,1 | 1.674.486,4 |
01.1.05 | Program Peningkatan Produksi Kehutanan | 4.948,7 | 37.117,5 |
01.2 | Sub Sektor Pengairan | 518.312,0 | 4.668.000,0 |
| ------- | ----- | -----‑ |
01.2.01 | Program Perbaikan dan Peningkatan Irigasi | 170.947,7 | 1.265.015,2 |
01.2.02 | Program Pembangunan Jaringan Irigasi Baru | 310.664,2 | 3.131.403,6 |
01.2.03 | Program Pembangunan Daerah Rawa | 36.700,1 | 271.581,2 |